Area tersebut awalnya lokasi Sekolah Pembangunan Pertanian (SPP) Padang, yang akhirnya dipindahkan ke lokasi baru di Lubuk Minturun. Tentu tak semudah itu pula mendirikan masjid waktu itu, karena di sekitar lokasi ada tiga masjid yang posisinya sangat dekat, yakni Masjid Muhsinin dan dua masjid lainnya berada di posisi samping kiri dan belakang masjid.
Sesuai aturan tentang jarak masjid, sempat ada gesekan dengan tiga jamaah masjid terdekat. Berkat pendekatan banyak pihak, pengurus dan jamaah di tiga masjid mengerti dan akhirnya tak ada masalah lagi.
Hal itu terbukti sampai sekarang, di mana Masjid Raya Sumbar tidak mengambil jamaah di tiga masjid tersebut. Masjid Raya Sumbar lebih banyak digunakan warga yang bekerja di sekitaran masjid, dan juga para wisatawan ke Kota Padang.
Jadi tidak mengherankan, jika azannya saling bersahut-sahutan. Meski begitu, harmonisasi dan saling menghargai, berjalan dengan sangat indahnya sampai sekarang.
Terkait rancang bangunan Masjid Raya Sumbar sendiri, bermula di 2006. Pemerintah provinsi menggelar sayembara membuat rancangan masjid.
Sayembara diikuti 323 peserta dari berbagai negara. Sebanyak 71 desain masuk dan selanjutnya diseleksi oleh tim juri yang diketuai oleh sastrawan Wisran Hadi. Pemenang sayembara diumumkan pada September 2006 dan mendapatkan hadiah Rp150 juta dari total hadiah Rp300 juta.
Hasil sayembara dimenangkan oleh tim yang diketuai arsitek Rizal Muslimin. Rancangannya berupa bangunan persegi tak berkubah tapi justru membentuk gonjong.
Segera setelah diumumkan, rancangan hasil sayembara menuai polemik, yang terutama disuarakan oleh DPRD Sumatera Barat. Ketua DPRD Sumbar Leonardy Harmainy mengkritik rancangan masjid yang tidak lazim dan tidak memiliki kubah. Polemik sekaitan kubah mengakibatkan tertundanya rencana pembangunan.
Di tengah-tengah masyarakat juga terjadi pro dan kontra kala itu. Mereka memang merasa sangat asing dengan arsitektur masjid yang lebih menyerupai Rumah Gadang.
Bahkan waktu itu ada yang berseloroh bangunan masjidnya nanti bakal seperti hall, gedung untuk bertanding olahraga. Mereka mengatakan, di mana-mana bangunan masjid itu berqubah dengan bentuk bulat. Ini hanya berbentuk runcing di keempat sudutnya.
Banyak yang tidak tahu kala itu, jika bentuk atas bangunan yang menyerupai Rumah Gadang tersebut, bukanlah Rumah Gadang tapi gambaran sudut yang dibentuk empat orang yang sedang mengangkat Hajar Aswad di keempat sudut kain.
Ceritanya, kala itu ada empat kabilah suku Quraisy di Makkah yang berselisih pendapat, akan siapa yang berhak memindahkan Batu Hajar Aswad ke tempat semula, pasca renovasi Ka’bah. Nabi Muhamammad SAW yang waktu itu pertama masuk ke Masjidil Haram, akhirnya diputuskan untuk membuat kebijakan.