Ditulis Oleh: Yunisma
PADANG – “Bunda..ibu batu bata ya? Kok disusun di sini?,” begitu tanya Fadlan, anak pertama saya ketika kami berkunjung ke Candi Pulau Sawah II yang terletak di Nagari Siguntur Kabupaten Dharmasraya Sumbar. Dia bersama dua adiknya meraba-raba batu bata peninggalan dari kerajaan Swarnabhumi itu.
Fadlan pun berteriak, memberi isyarat kepada adiknya M. Fajri yang hendak naik ke susunan batu bata setinggi 1 meter itu.
“Uda (panggilan untuk anak kedua-red), jangan naik batu bata itu. Ini ada tulisannya. Dilarang menaiki atau menduduki candi,” kata Fadlan menjelaskan sambil menunjuk tulisan yang tertulis di kertas putih ukuran 60 Cm X 30 Cm.
Fadlan dan dua adiknya pun berlari mengitari kawasan yang berukuran lebih kecil dari lapangan bola tersebut. Mereka gembira di antara peninggalan sejarah yang terletak tidak jauh dari bibir Sungai Batang Hari. Sebagai kaum milenial mereka pun jepret sana sini untuk mengabadikan moment.
Batang Hari menyimpan jejak sejarah di masa lalu.
Dilihat dari posisi Candi Pulau Sawah yang berjarak sekitar 50 Meter dari Sungai Batanghari, menyiratkan kalau lokasi itu dulunya menjadi tempat persinggahan para raja-raja di masanya. Batang Hari juga sebagai jalur transportasi primadona ratusan tahun lalu.
Di Candi Pulau Sawah II terdapat candi yang belum sempurna tingginya setengah meter. Di sisi kanan dari pintu masuk terlihat artefak atau pecahan-pecahan bagian dari bangunan utama. Jika dilihat dari kasat mata, kondisi di kawasan itu belum terkelola dengan sempurna. Ini bisa dilihat dengan belum adanya petugas yang memberikan keterangan atau guide ketika kami mengunjungi kawasan itu, 7 Desember 2019. Meski begitu untuk menyusuri jejak masa lalu kawasan Candi Palau Sawah, kita dapat membaca penjelasan yang dibuat pemerintah setempat. Melalui tulisan yang terpajang di sisi kanan dari pintu masuk itu, tidak akan mengurangi bagaimana pengunjung mampu menjemput sejarah masa lalu.