Opini  

Merawat Ekosistem Kelapa, Ada Sambu Group untuk Indonesia

Oleh Gusnaldi Saman/ Wartawan www.topsatu.com

DIA tak pernah menyebut dirinya sebagai petani kelapa, tapi lebih pada orang yang terus berupaya untuk memelihara, merawat, dan menyelamatkan agar tanaman tua itu selalu terjaga. Dialah Syamsia (60), warga Nagari Talaok Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat.

“Belum lahir saya, sebagian tanaman kelapa di lahan ini sudah ada. Artinya, sejak lama, tanaman keras ini telah memberikan banyak arti dalam warna-warni kehidupan keluarga kami,” sebut Syamsia, nenek yang sudah punya banyak cucu dari empat anak ini.

Dalam lelah, perempuan yang sudah mulai ringkih itu, pada sepotong siang, Minggu (06/11/2022), masih saja terlihat kuat membantu mengumpulkan biji kelapa satu persatu, yang telah diturunkan beruk dari pohonnya. Buah kelapa itu ditumpuk pada satu titik, sebelum dikupas, dan dibawa oleh pedagang pengumpul. Lumayan banyak, seratusan lebih.

Ada beberapa hektare lahan miliknya, tapi bukan hanya ditanami kelapa. Banyak tanaman tumpang sari seperti ubi kayu, ubi jalar, pisang dan lainnya. Ada juga tanaman tua seperti mangga, rambutan dan pala, hanya beberapa batang. Yang jelas, ratusan tanaman pohon kelapa yang rata-rata sudah menjulang tinggi tersebut, seperti terlihat berwibawa melindungi tanaman lain yang ada di lahan tersebut.

“Kelapa ini selalu menjadi penopang ketika tanaman muda yang ada di sekitarnya kurang menghasilkan. Sementara, kelapa hasilnya selalu stabil, tak perlu perawatan dan tidak menyusahkan tentunya. Makanya ketika ada anak saya yang ingin menebangnya, karena dianggap tanaman yang tidak produktif lagi, saya bersikeras melarangnya,” sebut Syamsia, bercerita kepada Topsatu.com, karena katanya, pada suatu ketika ada anaknya yang ingin menebang beberapa pohon kelapa di lahan yang telah menghidupi mereka, tentunya.

Namun kala itu, menurut Syamsia, dia tetap berusaha meyakinkan anaknya agar mengurungkan niatnya untuk tidak menebang pohon kelapa warisan keluarganya tersebut. Katanya, silahkan mengolah lahan dimaksud dan menanam apa saja, sepanjang tidak menebang pohon kelapa.

Sementara, siang mulai rebah. Sebentar lagi Ashar. Syamsia memandang jauh, melihat tarian daun kelapa, berayun-ayun gemulai dibelai angin, nun jauh tinggi di puncak sana, sedikit mendinginkan hatinya. Jangan ada lagi niat dari anaknya, keluarganya, siapa saja, yang ingin menebang pohon kelapa itu.

Dalam hatinya, mungkin, ada kata-kata seperti ini, “Semoga kelapa itu akan selalu ada di sini, kendatipun kita tak ada lagi.”

Dan, Syamsia pun masuk rumah. Tak jauh dari tempatnya semula mengumpukan kelapa.

Ya, cerita tentang keinginan banyak generasi hari ini ingin menebang pohon kelapa, bukan saja dialami Syamsia, tapi juga diceritakan Heri Martoni, tokoh muda asal Padang Pariaman, salah satu daerah penghasil kelapa di Sumatera Barat, sama dengan daerah Pesisir Selatan.

Menurut Heri, saat ini banyak warga di kampungnya yang hanya diiming-imingi Rp300-Rp400 ribu, sudah kepincut mau menebang tanaman kelapanya. “Sekalipun batangnya sudah tinggi, umurnya sudah tua, tapi kan tetap masih berbuah, menghasilkan,” ujarnya kepada topsatu.com, Kamis (10/11/2022).