Opini  

Merawat Ekosistem Kelapa, Ada Sambu Group untuk Indonesia

Katanya, kendatipun di tingkat petani harga masih rendah, berkisar Rp1.200 hingga Rp2.600 per butirnya, kiranya generasi hari ini tetaplah bersyukur bisa memetik hasilnya. Terlebih, mereka tak pernah tahu entah kakek atau buyutnya yang mana, yang menanamnya dulu. “Sekarang mau menebang, seenak perutnya saja itu namanya,” katanya.

Kalaulah tidak bisa menambah pohon tua itu lebih banyak, masa iya memelihara yang ada saja tidak bisa.

Makanya, Heri minta kepada masyarakat yang punya tanaman kelapa, tetaplah dipertahankan. Jangan begitu mudah hendak menebang. Karena adakalanya, tanaman kelapa itulah yang ikut menyelamatkan ekonomi keluarga.

“Peremajaan boleh saja, tapi harus betul-betul dikaji dengan matang. Perlu melibatkan instansi pemerintah terkait dan pihak berkompeten lainnya. Soalnya, ini akan menamatkan riwayat tanaman yang sudah berusia puluhan tahun, lalu dihabisi, ditebang,” ucapnya.

Bukan apa-apa, sambungnya, di kampungnya ada warga yang kepincut beralih berusaha menanam tanam lain dengan terlebih dahulu menebang banyak pohon kelapa. Apa yang terjadi sesudahnya, pohon kelapa habis, tanaman lain yang diupayakan seperti sawit pun tak tumbuh baik di lahan tersebut. “Sawit dihabisi lagi, kini lagi nanam pepaya dan belum tentu pula akan berhasil. Artinya, sekali lagi, memang perlu kajian yang akurat bila hendak beralih tanam kelapa yang sudah banyak memberikan kontribusi ekonomi sejak lama tersebut,” ucap Heri.

Merawat Ekosistem Kelapa

Kelapa itu tanaman tua yang hebat. Bermanfaat semuanya. Seorang Prof. Dr FG Winarno dalam bukunya “Kelapa Pohon Kehidupan”, menyebutkan, sejak zaman dahulu, masyarakat Indonesia mampu bertahan hidup sehat, serta menikmati kehidupannya dari dan dengan kelapa. Begitu banyak anggota masyarakat Indonesia, berhasil dalam karier hidupnya dalam masyarakat, karena kontribusi kelapa, kopra, atau produk lain yang bebasis kelapa.

Tidak terlalu berlebihan, kalau masyarakat Indonesia berutang budi pada kelapa. “Darah dan daging kita bangsa Indonesia, sangat tergantung pada jasa kelapa. Namun demikian, hingga saat ini, Indonesia tidak memainkan peran yang nyata di bidang pemasaran dan industri perkelapaan dunia,” tulis Winarno dalam bukunya tersebut.

Ya, karena begitu dahsyatnya komoditi yang satu ini, kini yang pasti, bagaimana merawat ekosistem kelapa itu agar selalu terjaga. Berkelanjutan. Tak penting ekosistem itu muncul dari tanaman rakyat atau yang terhampar di lahan luas yang digarap pihak ketiga, inti atau plasma, sepanjang muaranya ada pada keberlanjutan tanaman kelapa tersebut.

Bukan apa-apa, di beberapa daerah sentra kelapa di Sumbar, misalnya, seperti Pesisir Selatan, Padang Pariaman, Mentawai, rata-rata hanyalah kelapa rakyat, yang diwarisi masyarakat dari moyangnya, sejak lama. Jangan bayangkan kebun kelapa di hamparan luas, sejauh-jauh mata memandang.

Bila dilihat produksi kelapa di Sumbar dalam catatan BPS pada 2020, misalnya, yang mencapai angka 78. 348 ton per tahun, tentunya didominasi kelapa rakyat. “Dan, ekosistem kelapa rakyat inilah yang mesti diselamatkan,” ujar Koordinator Wilayah (Korwil) Gerakan Pemuda Tani (Gempita) Provinsi Sumatera Barat, Nurkhalis.