“Disana itu beli bensin itu susah sekali. Tapi itu sudah biasa,”katanya.
Sebalikanya mengantar Aira, gilira Rafi diantar. Kondisi masih aman. Rafi sudah di sekolah. Diar pulang, untuk membuka ruko, siap-siap menggelar dagangan.
Dari kejauhan dia mendengar kegaduhan. Tapi tidak diacuhkannya. Karena, soal ribut dan saling lempar batu antar kelompok di Wamena itu sudah biasa. Jadi sudah menjadi hal biasa selalu ada gaduh, nanti juga tenang lagi.
Namun, kali ini gaduhnya sudah tidak biasa. Segerombolan orang datang membabi buta, informasinya beredar langsung dikalangan pedagang. Daerah lain di luar jalan Irian sudah ada pembakaran. Suasana langsung panik, Diar segera menutup rukonya.
Karena massa begitu beringas, semua penghuni jalan Irian menyelamatkan keluarganya. Semua toko ditutup. Yang perempuan bersembunyi, tidak didalam rumah, karena takut rumah dibakr.
Tak ingin mati konyol, warga justru melawan. Semua yang laki-laki sudah siap pula. Mereka tidak ingin rumah dan tokonya dibakar. Mereka siap melawan.
“Melihat kami menyiapkan diri semuanya, kami juga pegang semua senjata yang ada. Mungkin kami juga ramai, massa itu akhirnya meninggalkan kami,”katanya.
Selain itu, tempatnya tinggal juga dekat dengan pokso Brigadir Mobil (Brimob) dan TNI yang diperbantukan ke Wamena sebelumnya. Sehingga warga dibantu oleh aparat.
“Kalau tidak seperti itu, mungkin tempat kami itu juga dibakar,”katanya.
Setelah massa itu pergi, mereka kemudian mencari sanak saudaranya yang diluar lokasi. Diar mencari anaknya Rafi dan Aira. Akhirnya mereka pulang selamat dibantu warga lain.
Balik Lagi
Meski sudah membawa keluarganya pulang, Diar tidak berencana menetap di kampung. Lelaki tamatan SMP ini tetap akan balik ke Wamena.