“Apa usaha saya lagi, saya tidak bisa kerja di sawah, sekolah cuma tamatan SMP. Saya harus balik ke rantau,”katanya.
Diar pulang hanya menunggu kondisi benar-benar kondusif. Selain itu juga memindahkan anak-anak sekolah di kampung.
“Mungkin saya saja dulu yang balik, istri dan anak-anak tetap di kampung,”katanya.
Diar memang sudah memulai usaha di Wamena sejak 2005. Sekarang ada kerusuhan terparah yang dialaminya, setelah tahun 2000. Dia memboyong istrinya asal Bayang, Pesisir Selatan setelah menikah.
Hentikan
Pemprov Sumbar menyatakan sudah menghentikan pemulangan perantau dari Wamena, Jayawijaya, Papua, karena kondisi di Bumi Cendrawasih itu sudah mulai kondusif. Putri adalah yang terakhir.
“Pemerintah dan aparat keamanan sudah menjamin keamanan masyarakat di sana. Karena itu, untuk sementara kita hentikan pemulangan perantau,” kata Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit di Padang.
Menurutnya, Selasa (8/10) adalah hari terakhir untuk pemulangan perantau tersebut. Dijadwalkan ada dua gelombang yang pulang masing-masing 79 orang sekitar pukul 18.00 WIB menggunakan maskapai Garuda Indonesia, dan pukul 21.30 WIB sebanyak 27 orang dengan Lion Air.
Ia menyebut jumlah perantau yang dipulangkan ke Sumbar hingga saat ini berjumlah 596 orang. Jika ditambah dengan gelombang terakhir yang akan pulang jadi total 702 orang.
Dari jumlah itu, 232 perantau dibantu kepulangannya oleh ACT dan sisanya oleh Pemprov Sumbar menggunakan anggaran bantuan yang terkumpul dari masyarakat melalui rekening Sumbar Peduli Sesama.
Selain pulang ke Sumbar, sebagian perantau tersebut ada yang pulang ke daerah lain seperti Jakarta maupun Makasar. Kepulangan itu, sebagian juga tidak dikoordinasikan dengan Ikatan keluarga Minang (IKM) di Papua sehingga tidak terpantau.
Sementara yang menyatakan tetap tinggal di Papua sebanyak 213 orang. Mereka bertekad untuk kembali memulai hidup dan usaha di provinsi itu.