Oleh: Memi Surtika
Di era digital yang selalu berkembang, pentingnya komunikasi dalam mendorong pembangunan menjadi semakin krusial untuk mencapai kemajuan nasional. Model komunikasi top-down yang tradisional seringkali kurang efektif dan gagal menanggapi dinamika di lapangan. Karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk mengadopsi paradigma komunikasi pembangunan yang baru, yakni paradigma kolaboratif. Paradigma ini menuntut partisipasi aktif dari berbagai pihak dan mengalihkan komunikasi dari monolog menjadi dialog interaktif. Dalam kerangka ini, pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta saling berkolaborasi untuk mengembangkan dan menyampaikan visi pembangunan yang lestari dan inklusif.
Pembangunan merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan berbagai pihak seperti pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, dan akademisi. Untuk memastikan kesuksesan pembangunan yang efektif dan berkelanjutan, penting untuk membangun komunikasi yang inklusif dan partisipatif yang melibatkan semua pihak terkait. Ini berarti bahwa semua pihak yang terlibat harus berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, dengan memastikan bahwa suara mereka didengar dan dihargai. Langkah pertama dalam upaya ini adalah menyamakan posisi semua pihak yang terlibat. Ini mencakup pemahaman terhadap pandangan dan kebutuhan masing-masing pihak serta mengidentifikasi persamaan dan perbedaan di antara mereka. Pendekatan ini dapat dilakukan melalui berbagai metode, seperti dialog, lokakarya, dan survei. Setelah posisi semua pihak disamakan, langkah selanjutnya adalah mengembangkan model komunikasi pembangunan yang inklusif dan partisipatif yang melibatkan semua pihak secara merata.
Proses pembangunan adalah upaya terus-menerus untuk meningkatkan kualitas hidup. Komunikasi berperan vital dalam menghubungkan semua pihak yang terlibat dan memfasilitasi pertukaran ide serta informasi. Namun, model komunikasi yang hierarkis dalam pembangunan sering kali dikritik karena tidak cukup mengakomodir pandangan masyarakat. Kritik ini sering menimbulkan kesenjangan dan menghambat partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan tersebut.
Untuk menerapkan komunikasi pembangunan yang kolaboratif, diperlukan komitmen dan kerjasama dari semua pihak terlibat. Pemerintah harus bersikap terbuka dan menciptakan ruang dialog yang inklusif. Sementara itu, masyarakat sipil dan sektor swasta perlu berperan aktif dengan memberikan kontribusi dan ide-ide mereka. Dengan semangat kolaborasi ini, kita dapat membentuk narasi pembangunan yang mencerminkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Pentingnya komunikasi pembangunan bukan hanya dalam penyampaian pesan, tetapi juga dalam membangun pemahaman dan komitmen bersama untuk mencapai visi pembangunan yang berkelanjutan.
Analisis yang mendalam dan gambaran yang lengkap tentang tantangan dalam membangun komunikasi inklusif dan partisipatif dalam pembangunan. Mengatasi kesenjangan akses informasi dan sumber daya, mengelola dinamika politik dan kepentingan yang kompleks, serta menyelesaikan perbedaan budaya dan nilai merupakan tugas yang rumit. Pentingnya mengakui bahwa upaya membangun komunikasi inklusif dan partisipatif membutuhkan komitmen jangka panjang dan kerja sama dari berbagai pihak. Ini menunjukkan pentingnya kerja sama lintas sektor dan kerangka kerja inklusif untuk mengatasi tantangan tersebut. Langkah-langkah konkret seperti meningkatkan akses informasi dan sumber daya, membangun kepercayaan dan transparansi, serta memahami dan menghargai perbedaan budaya dan nilai, merupakan langkah yang sesuai untuk menciptakan lingkungan di mana komunikasi inklusif dan partisipatif dapat tumbuh. Dengan komitmen yang konsisten dan kerja keras dari semua pihak yang terlibat, saya percaya bahwa kita bisa mengatasi tantangan ini dan menciptakan masyarakat yang lebih kuat dan sejahtera melalui komunikasi inklusif dan partisipatif dalam pembangunan.
Mengusahakan kesetaraan dan komunikasi inklusif tantangan di balik idealisasi, mengupayakan kesetaraan dan membangun model komunikasi pembangunan yang inklusif dan partisipatif tentu terlihat mulia dan ideal. Namun, di balik idealisme tersebut, ada sejumlah kritik yang perlu dipertimbangkan. Pertama, tantangan struktural dan ketidakadilan. Kesenjangan struktural dan ketidakadilan dalam masyarakat sering menjadi rintangan utama dalam mencapai komunikasi yang inklusif dan partisipatif. Kelompok-kelompok marginal mungkin tidak memiliki akses yang sama terhadap informasi, sumber daya, dan platform untuk menyampaikan pendapat mereka. Kedua, dominasi elit dan kepentingan tertentu. Proses pembangunan sering didominasi oleh elit dan kelompok-kelompok dengan kepentingan tertentu. Hal ini bisa menyebabkan suara rakyat biasa terpinggirkan dan tidak didengar. Ketiga, risiko tokenisme dan partisipasi palsu. Upaya melibatkan masyarakat dalam proses pembangunan terkadang hanya sebagai simbolisme belaka atau partisipasi palsu. Masyarakat mungkin diajak untuk berpartisipasi dalam diskusi, tetapi suara mereka tidak diperhatikan dalam pengambilan keputusan. Keempat, potensi manipulasi dan kooptasi. Model komunikasi pembangunan yang inklusif dan partisipatif dapat dimanipulasi atau dikooptasi oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu, mengarah pada kooptasi partisipasi masyarakat dan penyimpangan dari tujuan pembangunan yang sebenarnya. Kelima, tantangan implementasi dan keberlanjutan. Implementasi model komunikasi pembangunan yang inklusif dan partisipatif memerlukan komitmen, sumber daya, dan waktu yang signifikan. Keberlanjutan model ini juga harus diperhatikan dan dipastikan.
Menuju model komunikasi pembangunan yang inklusif dan partisipatif membutuhkan perubahan signifikan dalam cara pemerintah, LSM, dan masyarakat berinteraksi. Model ini harus dirancang untuk menutup kesenjangan antara berbagai kelompok dan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan. Beberapa elemen kunci yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan model komunikasi pembangunan yang lebih inklusif dan partisipatif meliputi partisipasi aktif masyarakat. Masyarakat harus terlibat secara aktif dalam seluruh tahapan proses pembangunan, mulai dari perencanaan hingga evaluasi, untuk memastikan bahwa kegiatan pembangunan mencerminkan kebutuhan dan keinginan mereka.
Di samping itu, perlu akses terbuka dan mudah. Informasi mengenai program pembangunan harus mudah diakses oleh semua pihak, termasuk masyarakat di daerah terpencil. Elemen kunci lainnya yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan model komunikasi pembangunan yang lebih inklusif dan partisipatif adalah dialog dan komunikasi dua arah serta pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Penggunaan TIK ini dapat membantu meningkatkan akses informasi, memudahkan partisipasi masyarakat, dan menciptakan platform komunikasi yang lebih inklusif dan efisien.
Contoh implementasi dari model komunikasi pembangunan yang inklusif dan partisipatif seperti musyawarah desa. Dalam musyawarah desa, masyarakat lokal dimungkinkan terlibat dalam pengambilan keputusan terkait dengan proyek dan kebijakan yang mempengaruhi hidup mereka di tingkat desa atau komunitas. Selain itu, media lokal dapat digunakan untuk menyebarkan informasi tentang program pembangunan, khususnya kepada masyarakat di daerah terpencil yang mungkin tidak memiliki akses mudah ke sumber informasi lain. Siaran radio komunitas juga bisa menjadi medium vital untuk dialog antara pemerintah dan masyarakat, terutama di daerah yang kurang terhubung dengan teknologi internet. Platform media sosial pun bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan, memberikan umpan balik, dan memantau kemajuan program secara realtime.
Dengan pendekatan seperti ini, komunikasi pembangunan menjadi lebih transparan, responsif, dan berkesinambungan, mendukung pencapaian tujuan pembangunan yang lebih efektif dan inklusif. Dengan menerapkan model komunikasi pembangunan yang inklusif dan partisipatif, diharapkan proses pembangunan dapat berjalan lebih efektif dan efisien, serta memberikan manfaat yang lebih merata bagi seluruh masyarakat. (Penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Andalas Padang)