Oleh : Dr. Karmila Suryani, M. Kom.
Dosen Pend. Teknik Informatika dan Komputer Universitas Bung Hatta
PERKEMBANGAN pengetahuan di era revolusi industri 4.0 (RI 4.0) yang identik dengan era disrupsi teknologi telah membawa dunia pendidikan memasuki fase baru. Sebagian besar kegiatan sehari-hari telah digantikan oleh mesin, robot dan kecerdasan buatan, sehingga menuntut dunia pendidikan menghasilkan lulusan yang memiliki keterampilan untuk mengimbanginya. Keterampilan membaca, menulis dan berhitung tentu sudah tidak relevan lagi dengan tuntutan era disrupsi teknologi. Dalam menghadapi perkembangan informasi di era RI 4.0, semua orang membekali dirinya sehingga inovasi baru akan bermunculan. Oleh karena itu, mahasiswa harus memiliki kompetensi yang relevan dengan perkembangan RI 4.0 tersebut. Kompetensi yang harus dimiliki oleh mahasiswa pada era RI 4.0 saat ini adalah kreativitas (creativity), berkomunikasi (communication), berpikir kritis dan pemecahan masalah (critical thinking and problem solving), dan berkolaborasi.
Keterampilan berpikir, menulis, membaca data, dan informasi serta teknologi sangat dibutuhkan oleh generasi muda di RI 4.0. Di pihak lain, mempersiapkan keterampilan yang dibutuhkan di era RI 4.0 juga merupakan salah satu modal sosial akademik untuk proses transformasi kelembagaan termasuk perguruan tinggi. Oleh karena itu, perguruan tinggi sebagai penghasil generasi penerus bangsa harus dapat membekali lulusan dengan berbagai keterampilan yang dibutuhkan.
Model pembelajaran yang cocok di era RI 4.0 saat ini adalah model pembelajaran yang menganut teori belajar konstruktivisme dan kognitivisme sehingga apabila dalam pembelajaran hanya menjadikan teori belajar konstruktivistik saja sebagai dasar pengembanganya, kurang relevan dengan kondisi saat ini. Begitu juga dengan pembelajaran dalam jaringan secara penuh (online learning) telah menunjukkan beberapa permasalahan dalam penerapannya seperti di masa Pandemi Covid 19. Penggunaan teknologi sangat mempengaruhi kemajuan inovasi pembelajaran daring, namun infrastruktur yang belum mencukupi akan menjadi penghalang dalam penerapan pembelajaran online. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian (Adnan & Anwar, 2020) bahwa pembelajaran dalam jaringan secara penuh tidak lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional karena memerlukan infrastruktur yang banyak seperti bandwidth yang besar untuk mengakomodasi interaksi antara dosen dan mahasiswa maupun dosen dengan temannya. Berdasarkan kesenjangan-kesenjangan (phenomena gap, research gap dan theory gap) yang telah dijelaskan, salah satu solusi untuk mewujudkan model pembelajaran yang memiliki keseimbangan antara pengetahuan ilmiah dengan penggunaan teknologi adalah model pembelajaran yang menggabungkan antara unsur kognitivisme dan konstruktivisme.
Solusi ini diaktualisasikan pada model pembelajaran MEA (Means Ends Analysis) berorientasi STEM (Science Technology Engineering and Math). Penyajian materi dengan model pembelajaran MEA dilakukan dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristic sehingga dapat memancing mahasiswa untuk berpikir kritis dan menumbuhkan kreativitas (Mulder, 2018). Oleh karena itu, dosen sebagai fasilitator dalam pembelajaran sudah memulai memikirkan trik untuk membentuk pengetahuan, menciptakan perspektif dalam berpikir, kemudian mengajak mahasiswa untuk melakukan hal yang sama. Perspektif berpikir mahasiswa akan tumbuh apabila strategi maupun model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran penalaran, evaluasi, penyelesaian masalah, pengambilan keputusan dan analisis situasi. Model pembelajaran MEA berpengaruh terhadap kemampuan pengetahuan, berpikir tingkat tinggi dan keaktifan. Jadi, apabila menggunakan model pembelajaran MEA berorientasi STEM ini, akan menghasilkan kegiatan belajar yang dapat melatih kemampuan berpikir kritis dan kreativitas mahasiswa.
Pendekatan STEM yang digunakan pada model MEA ini adalah pendekatan embedded dimana unsur teknologi lebih dominan dibandingkan dengan unsur yang lainnya. Hasil preliminary research yang telah peneliti lakukan di salah satu perguruan tinggi bahwa mahasiswa dapat memahami proses pembelajaran dengan model STEM (Suryani, 2020). Berdasarkan hal tersebut, penulis telah dilakukan penelitian untuk mengembangkan model pembelajaran MEA berorientasi STEM untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan kreativitas mahasiswa.
Sintaks model MEA berorientasi STEM
Model MEA terintegrasi STEM ini memiliki sistem sosial dimana terlihat peran dan tugas dosen serta mahasiswa dalam pembelajaran.
Peran dan Tugas Dosen
Dosen merupakan pendidik profesional dan peneliti yang mempunyai tugas utama yaitu membagi ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melailui pendidikan, mengembangkan ide, melakukan penelitian dan pengabdian keada masyarakat. Oleh karena itu, dosen adalah salah satu komponen paling penting di perdosenan tinggi yang mempunyai peran dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Revolusi Industri 4.0 sangat membutuhkan dosen yang profesional, memiliki kualitas iman/akhlak yang mulia, menguasai kompetensi pedagogik, profesional, keahlian dan sosial yang baik sehingga dapat membimbing mahasiswa untuk dapat bersaing di era RI 4.0.
Sejalan dengan UU Nomor 14 tahun 2005, maka tugas dan peran dosen di perdosenan tinggi adalah menjalani Tri Dharma Perdosenan Tinggi yaitu melaksanakan pendidikan dan pengajaran, melakukan penelitian serta pengabdian pada masyarakat. Sementara tugas dan peran dosen dalam model pembelajaran MEA terintegrasi STEM sebagai berikut:
Dosen sebagai Pendidik
Peran dosen sebagai pendidik sangat penting karena dosen dituntut untuk memberikan dorongan dan arahan kepada mahasiswa agar mematuhi semua peraturan yang ada di perdosenan tinggi, lingkungan keluarga dan masyarakat. Dosen tidak hanya memberikan materi pembelajaran saja namun manum dosen menjadi pengganti orang tua bagi mahasiswa di kampus. Saat pembelajaran berlangsung dosen bertanggung jawab langsung untuk mendisiplinkan dan mengontrol setiap aktivitas yang dikerjakan agar tingkah lakunya tidak melanggar aturan.
Dosen sebagai Fasilitator sekaligus Motivator