2. Menyatakan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “kekuatan eksekutorial” dan frasa “sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”;
3. Menyatakan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “cidera janji” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “adanya cidera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji”.
4. Menyatakan Penjelasan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “kekuatan eksekutorial” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”;
5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
6. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.
Meskipun putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dikeluarkan, terdapat perbedaan dalam praktik penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah dalam proses eksekusinya.
Ada pandangan bahwa eksekusi atau penarikan seharusnya melalui pengadilan, namun ada yang menganggap bahwa pihak kreditur atau debt collector bisa melakukan eksekusi atau penarikan asalkan telah ada kesepakatan terkait cidera janji dan penyerahan jaminan fidusia atau kendaraannya.
Dari informasi tersebut, disimpulkan bahwa meskipun Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 telah ada, terdapat perbedaan pendapat dalam teknis pelaksanaan eksekusi atau penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah.
Namun, telah disepakati bahwa proses eksekusi atau penarikan kendaraan oleh debt collector harus dilengkapi dengan:
- Sertifikat fidusia.
- Surat kuasa atau surat tugas penarikan.
- Kartu sertifikat profesi.
- Kartu identitas.
Demikian aturan yang sebenarnya berlaku untuk debt collector dalam melakukan penagihan kendaraan bermotor. Semoga artikel ini bermanfaat. (*)