Mungkinkah Idul Fitri 1446 Hijriah Bersama…!!

Darlius, S.H, M.H - Dosen Ilmu Falak Fakultas Syariah IAIN Kerinci

Berbicara tentang penentuan awal bulan Qomariyah memiliki polemik yang panjang dan sangat dinamis dikalangan intelektual dan penggiat ilmu falak di Indonesia terkhusus untuk penentuan tiga bulan yang sangat erat dengan praktik spiritual keagamaan seperti awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah.

Kalau kita mengacu pada praktik yang dilakukan oleh nabi Muhammad SAW pada saat itu jelas dan sangat sederhananya dalam penentuan satu ramadhan dan begitu juga dengan penentuan permulaan satu syawal atau idul fitri. Sebagaimana nabi Muhammad SAW bersabda;

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ يَوْمًا

“Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya. Bila penglihatan kalian tertutup mendung maka sempurnakanlah bilangan (bulan Sya’ban) menjadi tiga puluh hari”

Secara tekstual hadis ini menunjukkan bahwa untuk menentukan awal Ramadhan dan Syawal cukup dengan melakukan rukyah atau melihat hilal yang disebut sebagai anak bulan baru atau sabit. Jika hilal tidak terlihat pada tanggal 29 Ramadhan karena keadaan alam seperti kabut atau hujan maka bulan Ramadhan tersebut digenapkan menjadi tiga puluh hari dan 1 Syawal jatuh pada hari berikutnya.

Namun kenyataannya dalam memahami dalil-dalil nash al-Qur’an maupun hadis nabi sebagai sumber hukum Islam terjadi berbagai interpretasi oleh para uluma dan fukaha dari berbagai sudut padang sehingga menghasilkan perbedaan makna dalil hukum yang dihasilkan. Seperti kata dalam hadis “Li ru’yatihi” (Karena melihat hilal) sebagian kalangan memaknai kata tersebut dengan melihat secara langsung menggunakan mata kepala dan sebagian lain memaknainya dengan melihat menggunakan ilmu yaitu melihat hilal dengan hisab atau perhitungan astronomis.

Perbedaan interpretasi ini munculah dua istilah yang digunakan oleh Prof. Dr. Ahmad Izzuddin dalam bukunya yang berjudul fiqh hisab rukyah yaitu mazhab rukyah dan mazhab hisab dalam penentuan awal bulan Qomariyah di Indonesia. Dimana mazhab rukyah digunakan untuk pemahaman Nahdhatul Ulama atau NU dan mazhab hisab atau perhitungan yang diidentik dengan pemahaman Muhammadiyah. Dimana rukyah adalah kegiatan mengamati visibilitas hilal atau penampakan bulan sabit yang muncul pertama kali setelah terjadinya ijtimak atau konjungsi sedangkan hisab adalah metode perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan Qomariyah.

Dari perbedaan ini juga muncul berbagai kriteria dalam penentuan awal bulan Qomariyah di Indonesia khususnya untuk penentuan Ramadhan dan Idul Fitri. Yakni kriteria Wujudul Hilal yang digunakan oleh Muhammadiyah dan kriteria MABIMS baru yang diikuti oleh pemerintah Indonesia. Kenapa diperlukan kriteria dalam penentuan awal bulan baru..? Tujuan utamanya tentu untuk mencapai kesepakatan bersama dan kemasalahatan umat karena proses rukyat memerlukan verifikasi kriteria untuk menghindari kekeliruan perukyat dalam melihat hilal.

Muhammadiyah dengan kriteria wujudul hilal menetapkan bahwa posisi hilal di wilayah Indonesia berada pada ketinggian antara 1-2 derjat, apabila ketinggian hilal sudah di atas ufuk maka jumlah hari pada bulan tersebut hanya 29 hari. Hal ini berlaku apabila matahari terbenam memenuhi tiga syarat; pertama, telah terjadi ijtimak (konjungsi), kedua, Ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam, dan ketiga, pada saat matahari terbenam piringan atasnya bulan masih diatas ufuk. Jika ketiga kriteria tersebut tidak terpenuhi maka bulan itu digenapkan jadi tiga pulu hari dan bulan baru dimulai pada besok harinya.

Maka berdasarkan metode hisab dan kriteria wujudul hilalnya Muhammadiyah telah memutuskan bahwa 1 Syawal atau Idul fitri 1446 Hijriah jatuh pada hari senin tanggal 31 Maret 2024. Lantas bagaimana keputusan pemerintah Indonesia melalui kementerian agama untuk menentukan 1 Syawal atau Idul Fitri 1446 Hijriah kali ini.

Mungkinkah terjadi kebersamaan atau bahkan perbedaan yang lebih menonjol akan terjadi di masyarakat muslim di Indonesia untuk Idul Fitri 1446 Hijriah..!!

Karena saat ini pemerintah Indonesia telah menggunakan kriteria MABIMS baru yaitu keputusan bersama negara ASEAN yaitu antara menteri agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapur untuk menentukan awal penanggalan Hijriyah. Dimana kriteria MABIMS ini menetapkan dua kriteria; pertama, ketinggian hilal minimal 3 derajat, dan kedua, jarak sudut bulan-matahari atau elongasinya minimal berada pada 6,4 derajat. Berdasarkan kriteria ini apabila terdapat kesaksian perukyat telah melihat hilal tidak mencapai kriteria tersebut maka kesaksiannya tidak dapat diterima untuk penentuan awal bulan baru.