JAKARTA-Anggota Komisi VI DPR Nevi Zuairina menekankan Penawaran Publik Perdana atau Initial Public Offering (IPO) yang dilakukan oleh Mitratel harus menjamin ketersediaan sinyal yang baik, khususnya bagi masyarakat yang ada di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T).
Sebab, menurut Nevi, pada 26 Oktober 2021, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk atau Mitratel, perusahaan menara telekomunikasi terbesar di Indonesia, melangsungkan penawaran umum perdana (Initial Public Offering/IPO) dengan menawarkan sebanyak-banyaknya 29,85% saham kepada publik. Sebagai bagian dari upaya mengembangkan bisnis, menciptakan nilai yang optimal bagi perusahaan dan stakeholder serta demi mewujudkan ekosistem telekomunikasi untuk digitalisasi hingga ke pelosok negeri.
“Jadi di satu sisi menguntungkan Telkom sebagai BUMN yang akan bisa memberikan pajak melalui dividen untuk negara. Di sisi lain, juga bisa dinikmati masyarakat, khususnya yang berada di 3T,” jelas Nevi di sela-sela rapat dengar pendapat Komisi VI DPR RI Direktur Utama PT Telkom Indonesia dan Dirut PT Dayamitra Telekomunikasi terkait pembahasan progres IPO Mitratel, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta,
Menurut politisi Fraksi PKS DPR RI ini, masyarakat terutama di daerah 3T harus mendapatkan hak yang sama dengan masyarakat lainnya terkait kemudahan akses telekomunikasi. Ditambah, saat ini sedang berlangsung Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang membutuhkan infrastruktur teknologi melalui pembangunan menara telekomunikasi 5G hingga ke daerah terpencil.
Nevi menguraikan, Indonesia masih banyak terdapat daerah-daerah yang masih sulit dijangkau secara telekomunikasi, khususnya di kawasan-kawasan perbatasan Indonesia dengan negara lain. Ia mempertanyakan, bagaimana komitmen Telkom/Mitratel untuk membangun Infrastruktur telekomunikasi (BTS/ Base Transceiver Station) di kawasan Perbatasan tersebut ?
Mengingat masyarakat di sana umumnya masih ‘belum maju’ karena akses kepada teknologi komunikasi belum sehebat di kawasan lain. Padahal komitmen Presiden kawasan perbatasan menjadi etalase terdepan negara.
“Apalagi di zaman pandemi begini, kita sekolahnya sudah pakai online, sehingga sangat dibutuhkan teknologi 5G ini. Jangan ada lagi nanti ada istilah negeri tanpa sinyal untuk di Indonesia,” jelas Nevi.
Dengan adanya IPO ini pula, Nevi berharap dapat mengeluarkan Indonesia dari daftar 10 negara dengan kecepatan internet terendah di dunia. Sehingga, dari sisi bisnis menguntungkan perusahaan, dari sisi penerimaan menguntungkan negara, dan dari sisi kekuatan sinyal dapat menguntungkan masyarakat.
“Dan tentu tadi saya lihat sahamnya juga jangan terlalu mahal ya. Jangan sampai sahamnya kita sudah lempar ke bursa, ternyata tidak ada yang dibeli oleh pembeli saham. Ini juga harus diperhatikan. Harapannya tentu ini berjalan dengan lancar,” tutup Nevi.
Nevi mempertanyakan, bagaimana strategi perusahaan dalam membangun sistem pengawasan dan pengendaliannya Mengingat PT Mitratel akan mendapatkan dana segar melalui IPO di bursa saham yang nilainya sangat besar (Rp 25 T).
Sebagaimana ketahui, lanjut Nevi, Mitratel berencana melakukan IPO pada 22 November 2021 mendatang. Pelepasan saham sebesar 29,85 persen ke lantai bursa ini diharapkan akan meningkatkan valuasi Grup Telkom, lantaran valuasi Mitratel diperkirakan meningkat secara signifikan pasca-go public. Rencananya, harga saham yang ditetapkan Mitratel yakni Rp800 per lembar yang akan berlangsung pada 16-18 November 2021 dan listing di bursa saham pada 22 November 2021 mendatang.
“Saya berharap, setelah melakukan IPO, Mitratel dapat segera merealisasikan Visi Misinya yakni Menjadi Leader dan Provider terbaik dalam penyediaan infrastruktur telekomunikasi di Asia Tenggara; dan Memberikan layanan infrastructure solution dengan kualitas yang prima dan harga yang kompetitif, Menciptakan value bagi stakeholders”, tutup Nevi Zuairina(*)