JAKARTA-Anggota DPR RI dari Komisi VI, Hj. Nevi Zuairina pada rapat dengar pendapat antara Komisi VI dengan PT Pertamina, salah satu BUMN klaster Energi menolak tegas rencana IPO (Initial Public Offering) yang di lakukan perusahaan plat merah ini, meski hanya pada anak perusahaannya saja.
“Baik perusahaan induk maupun anak perusahaan PT Pertamina yang akan melakukan saham perdana, tetap akan menghadapi risiko tinggi. Ada banyak hal yang dipertaruhkan ketika perusahaan strategis ini di lepas ke publik”, tutur Nevi dalam pers rilisnya yang diterima jelang akhir pekan kemarin.
Politisi PKS ini mengatakan, memang saat ini antara regulator dan eksekutor untuk menangani bisnis milik pemerintah belum sempurna. Salah satunya ada dualisme lembaga regulator dan eksekutor yang menyatu sehingga ada persaingan yang tidak sehat antara swasta dan negara. Namun bukan berarti dalam melakukan kebijakan yang berkaitan dengan kepemilikan usaha milik negara yang dilepas ke publik dapat dilakukan dengan mudah. Perlu ada tahapan dan uji yang teliti dan terukur, sehingga kekahwatiran adanya free rider (penumpang gelap) dalam sebuah kebijakan dapat dihilangkan rasa was-wasnya.
“Saya berharap, meski akan di bahas di Panja BUMN Energi, tetap opsi IPO di seluruh jenjang BUMN Energi ini dapat tetap pemerintah yang mengendalikan. Saya melihat yang sangat strategis menguasai hajat hidup orang banyak adalah BUMN Energi, BUMN Pangan, BUMN Infrastruktur dan BUMN Perbankan mesti pemerintah yang kuat pegang erat. Sesuai dengan Pasal 33 UUD 45 dimana cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak di kuasai negara”, urai Nevi.
Nevi mendetailkan, berkaitan UUD 45 pasal 33 ini menyatakan perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” (Pasal 33 Ayat 1); ”Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” (Pasal 33 Ayat 2).
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” (Pasal 33 Ayat 3); dan ”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional” (Pasal 33 Ayat 4).
Legislator asal Sumatera Barat II ini sangat menekankan, berkaitan jebakan yang tidak disadari akan arah privatisasi perusahaan negara secara halus dan pelan. Itu pertanyaan yang mendasar. Mesti kita waspada dan kita jaga agar tidak ada latar belakang restrukturisasi sebagai pintu pembuka privatisasi perusahaan Negara.
Anggota Fraksi PKS ini lebih menekankan, bagaimana Pertamina mencapai target nilai pasar $100 Milyar pada tahun 2024 dan merealisasikan agenda transisi energi seperti program pengembangan bahan bakar nabati Biodiesel B30 pada tahun 2030. Selain itu, pengelolaan karyawan sehingga tidak terjadi PHK juga mesti menjadi agenda penting perusahaan sebagai wujud baiknya pengelolaan manajemen perusahaan.
“Kami mendengar dan apresiasi PT Pertamina membukukan keuntungan Rp14 Triliun tahun 2020. Tentu ini kabar baik sehingga tidak boleh lagi ada berita yang tidak masuk akal perusahaan strategis merugi seperti Pertamiana dan PLN. Saya berharap target Rp28 Trilun pun untuk tahun ini dapat tercapai, sehingga selain memberikan kontribusi besar kepada negara, tentunya sumbangsih kepada masyarakat dalam bentuk program sosial juga lebih gencar”, tutup Nevi Zuairina.(*)