JAMBI – Semangatnya tak pernah padam, meski penyakit mematikan yang divonis sebagai Tumor Colli itu, bergelayut membebani di leher lelaki yang kesehariannya adalah pejuang Seni Melayu di Jambi.
Ia adalah Saidin (55), lelaki yang selalu berjuang sekuat tenaga untuk merawat kesenian tradisi Melayu agar tidak mati digilas zaman. Sama dengan yang telah dilakukan oleh Kakek dan Ayahnya, perjuangan itu jauh dari kata mudah. Banyak ujian yang harus ia lalui dan menangi.
Saidin adalah generasi ketiga penerus teater komedi melayu Dul Muluk, kesenian Zikir Beredah, ataupun Lukah Gilo dari Desa Lubuk Raman, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi. Darah kesenian mengalir dari kakek dan ayahnya. Kakeknya adalah pelakon Dul Muluk, sementara ayahnya penabuh rebana siam dan gendang.
Sejak kecil Saidin tumbuh dengan kesenian khas Muaro Jambi itu. Ia mahir sebagai pelakon dalam teater Dul Muluk. Ia juga piawai sebagai pelakon Zikir Beredah dan Lukah Gilo. Zikir Beredah adalah semacam pertunjukan musik selawat yang melibatkan belasan penabuh rebana siam dan gong.
Seluruh kidungnya dikutip dari ayat-ayat Al Quran. Itu sebabnya, Zikir Beredah dibawakan pada acara khusus seperti pernikahan dan syukuran menempati rumah baru. Masyarakat meyakini syair-syair dalam Zikir Beredah jika dinyanyikan dengan tepukan rebana nan lantang serta tabuhan gong yang membahana akan mampu mengusir roh-roh jahat.
Sebagai pelaku kesenian tradisi Muaro Jambi, Saidin sempat mencicipi masa-masa keemasan. Pada era 1980-an, ia tampil dari panggung ke panggung hampir setiap pekan di acara hajatan atau syukuran. Namun, memasuki era 1990-an, eksistensi kesenian tradisi itu mulai tergerus kehadiran aneka hiburan modern.
Saidin dan seniman lainnya baru menyadari ancaman besar itu pada tahun 2000. Ia dan kawan-kawannya pun berusaha membangkitkan kembali kesenian tradisi yang mulai redup itu. Pada saat yang sama, pemerintah daerah berusaha mengangkat potensi seni tradisi untuk mendorong pariwisata lokal. Dari situ, tawaran untuk pentas kembali datang.
Ujian Berat Kesehatan Pak Saidin
Pahatan biola melayu masih terbengkalai di atas lantai. Saidin (55) ingin menyelesaikan pesanan itu, namun tumor colli yang dideritanya kian merapuhkan otot dan persendian. Sepekan lebih ia terbaring di dekat pesanan alat musik tradisional itu.
Di tengah semangatnya untuk terus merawat teater Dul Muluk, Zikir Beredah, dan Lukah Gilo, Saidin didera penyakit tumor colli yang tumbuh di lehernya. Tumor yang enam bulan lalu baru sebesar kelereng terus membesar hingga melebih ukuran bola tenis. Penyakit itu membuat tubuhnya kurus dan merapuhkan otot serta persendiannya.
Dilansir dari Kompas, benjolan pada bagian kanan lehernya dengan cepat membesar. Awalnya hanya sebesar kelereng. Dalam enam bulan, besarnya bertambah melebihi bola tenis. Penyakit itu pun menggerogoti tubuhnya hingga kurus kering.
Menurut dokter yang memeriksanya di Rumah Sakit Bhayangkara Kota Jambi, Saidin harus segera dioperasi dan dikemoterapi. Namun, operasi hanya dapat dilakukan di Palembang. Rangkaian pengobatan inilah yang menganggu pikirannya. Meskipun operasi diberikan gratis lewat jaminan Kartu Indonesia Sehat (KIS), jaminan hidup untuknya dan istri yang menemani selama perawatan belum terkumpul