Pekan Kebudayaan Nasional 2023, Wadah Kolektif Wujud Kolaborasi dari Kebudayaan untuk Bumi Lestari

JAKARTA – Tahun ini, Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) kembali lagi. Sebagai perayaan nasional yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), PKN 2023 menghadirkan semangat pengenalan praktik baik kebudayaan yang diramu dalam serangkaian kegiatan sebagai wadah kolektif yang melibatkan berbagai aspek lingkungan dan unsur, mulai dari pegiat budaya hingga masyarakat.

Pada tahun ini, PKN mengangkat tema “Merawat Bumi, Merawat Kebudayaan” dengan maksud untuk memberikan makna dan relevansi dalam setiap aksi berkesenian dan berkebudayaan yang dilakukan yang tetap berakar pada nilai-nilai budaya serta kearifan lokal.

“Tema ini merupakan sebuah refleksi dari visi kita tentang bagaimana budaya dan alam bisa dan harus berjalan beriringan. Ketika kita berbicara tentang merawat budaya, kita juga bicara tentang etos dan nilai yang mengajarkan kita untuk merawat bumi sebagai satu-satunya rumah kita,” tutur Direktur Jenderal Kebudayaan (Dirjenbud), Kemendikbudristek, Hilmar Farid di Jakarta, Selasa (4/9/2023).

PKN tahun ini menurut Hilmar Farid bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga sebuah misi. Misi tersebut untuk mengingatkan masyarakat bahwa kebudayaan turut berperan dalam dalam menciptakan masa depan bumi yang berkelanjutan. “Dalam keanekaragaman budaya kita, terdapat solusi dan inovasi lokal yang bisa kita aplikasikan untuk menjaga keberlanjutan lingkungan,” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Kurator PKN 2023, Ade Darmawan menjelaskan filosofi “lumbung” yang diangkat dalam ajang PKN 2023. Menurut Ade, seperti halnya lumbung yang dikenal dalam budaya dan keseharian masyarakat Indonesia, aspek lumbung yang menjadi dasar metode aksi PKN 2023 ini juga mengakar pada nilai lumbung sebagai ruang penyimpanan, domestik dan urun rembuk, serta elemen sosialnya.

“Perwujudan “lumbung” yang digagas oleh para dewan kurator menggambarkan bahwa PKN akan menjadi suatu wadah kolektif dari rangkaian kegiatan yang dirancang, diselenggarakan, dan melibatkan para pelaku seni dan kebudayaan maupun masyarakat umum. Praktik baik lumbung dalam konteks ini adalah upaya dalam mendukung pemajuan budaya secara kolektif dan kolaboratif secara luas,” terangnya.

Ade Darmawan menjelaskan bahwa lumbung adalah wadah kolektif, tempat semua sumber daya yang dimiliki oleh berbagai pihak disimpan dan dikelola. Dengan demikian, lumbung menjadi kekuatan pendorong utama dan mendasari kerja kolaborasi untuk memaknai dan mengelola sumber daya, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.

“Dalam konteks PKN, lumbung bukan sekadar tema, tetapi sebuah cara kerja. Praktik ini mendorong pembagian sumber daya dan kuasa kepada banyak praktik di berbagai lokalitas lain di Indonesia untuk saling belajar, berjejaring dan saling memperkuat antarekosistem,” urai Ade Darmawan.

Pelaksanaan PKN tahun ini dibagi ke dalam tiga fase yaitu rawat, panen, dan bagi. Fase “Rawat” adalah praacara berbentuk kegiatan residensi dan penelitian yang berlangsung sejak bulan Juni 2023 lalu. Setelahnya diikuti oleh fase “Panen” yang berlangsung sepanjang Juli hingga Agustus 2023. Kelanjutan dari fase “Rawat” ini hasilnya akan dikumpulkan, didokumentasikan, dan diarsipkan. Terakhir, fase “Bagi”, tahap puncak sepanjang September-Oktober 2023, di mana seluruh karya dibagikan melalui pameran, tur, perjamuan, pagelaran, konferensi, lokakarya, hingga penerbitan untuk dapat dikonsumsi publik.

Sebagai bagian dari acara puncak PKN 2023, akan diperkenalkan konsep “Ruang Tamu” yang menjadi tempat bertemunya seluruh audiens. PKN 2023 layaknya seperti rumah yang siap menerima seluruh masyarakat di kehangatan ruang tamu.

Nantinya di ruang tamu ini tercipta percakapan, tidak hanya antarpelaku budaya tapi juga antarmasyarakat/ pengunjung sehingga membuka peluang kolaborasi dan aksi kolektif untuk memperpanjang semangat #IndonesiaMelumbunguntukMelambung.

“Semua ini diterjemahkan ke dalam bentuk ruang tamu yang akan disebar di beberapa titik di Jakarta. Ruang tamu sebagai tempat berkumpul, berdiskusi, bercengkerama menjadi sebuah titik awal kolaborasi yang mungkin terjadi di masa depan,” tambah Ade Darmawan.