JAKARTA – Untuk melakukan revolusi teknologi militer, Indonesia harus mampu mengembangkan kapasitas adopsi teknologi militer yang akan meningkatkan komponen-komponen militer secara signifikan. Hal itu dikatakan Dirjen Penguatan Inovasi Kementerian Ristekdikti, Jumain Appe dalam rakor Audit Teknologi Industri Radar di Gedung BPPT, Jakarta, Jumat (26/7).
“Pengembangan kapasitas adopsi teknologi militer ini akan tergantung dari kemampuan Indonesia untuk memperkuat industri-industri pertahanan nasional,” ungkap Dirjen Penguatan Inovasi Kementerian Ristekdikti, Jumain Appe.
Karenanya, untuk dapat menjadi bagian dari revolusi teknologi militer, Indonesia harus segera menginisiasi program transformasi pertahanan. Transformasi pertahanan hanya dapat dilakukan Indonesia jika Indonesia memiliki kapasitas adopsi teknologi militer yang memadai. Berdasar pada tren perkembangan teknologi pertahanan tersebut, maka ditetapkan 7 prioritas Iptek bidang pertahanan yang harus dikembangkan, yaitu pesawat tempur, kapal selam, kapal perang, radar, roket/ rudal, kendaraan tempur dan propelan.
“Pembangunan Industri Radar Nasional adalah sebuah kebutuhan mendesak yang penting dan dapat segera diwujudkan. Keberadaannya penting, di samping untuk meningkatkan deterrent power, juga penting untuk meningkatkan kemampuan operasional dan kemandirian pembinaan peralatan Radar serta menguntungkan perekonomian nasional terkait dengan penghematan devisa dan penyerapan tenaga kerja,” ujar Jumain.
Sementara itu, Direktur PPIMTE-BPPT, Dr. Andhika Prastawa memaparkan bahwa pada saat ini Radar yang sudah beroperasi di Indonesia yaitu Radar Hanud (berjumlah 19 Unit dengan komposisi: 6 unit Radar Thomson TRS 2230 D Radar Generasi Ketiga, 4 unit Radar Plessey AWS II, 3 unit Radar Siemens-Plessey dan 6 unit Radar Master T buatan Thales-Perancis), Radar pesawat tempur dan Radar kapal perang. Radar Hanud, Radar pesawat tempur dan Radar kapal perang sebagian besar merupakan Radar buatan luar negeri karena pada saat ini industri dalam negeri belum mampu membuat Radar jenis tersebut.
“Walaupun demikian, beberapa jenis Radar pantai seperti Radar ISRA dan Radar INDRA telah dikembangkan oleh institusi Litbang dan industri swasta nasional. Pengembangan Radar pantai perlu dilakukan untuk memenuhi spesifikasi pengguna antara lain peningkatan jarak jangkauan yang lebih jauh. Bahkan kedepan industri nasional diharapkan mampu membuat Long Range Radar Surveillance 3D melalui produksi bersama maupun bentuk alih teknologi lainnya,” kata Andhika.
Dijelaskan Andhika, ada kebutuhan radar jenis GCI (Ground Control Intercept) untuk menjamin keamanan udara Indonesia. Radar jenis sangat dibutuhkan untuk memperkuat radar pertahanan nasional kita. Radar pertahanan udara nasional adalah sistem kendali radar taktis, berbasis darat, 3D, kontrol udara dan sistem radar surveillance bekerja dalam rentang panjang dengan teknologi antena array slotted waveguide dan teknik pembentukan radiasi dengan cara digital (digital beam performing) dalam sisi penerimaan ini juga bertujuan untuk menentukan ketinggian.
Pada kesempatan yang sama, Ophirtus Sumule, Direktur Sistem Inovasi Kemenristkdikti mengatakan bahwa Instrumen radar di Indonesia dinilai masih kurang, hal tersebut disebabkan karena teknologi ini masih terbilang mahal. Ketersediaan radar di Indonesia masih terbilang sedikit dibanding dengan luasnya wilayah Indonesia, masih banyak daerah di Indonesia yang tidak terpantau oleh radar yang sudah ada, khususnya didaerah terpencil serta daerah dengan lokasi pegunungan.
“Oleh karena itu, dibutuhkan upaya penguasaan teknologi radar melalui alih teknologi. Kemampuan yang harus disediakan dalam pengembangan radar antara lain adalah kemampuan desain, kemampuan di bidang konstruksi mekanik, Kemampuan di bidang elektronika, kemampuan di bidang IT dan networking, dan kemampuan di bidang teknologi material,” tegas Ophirtus.
Hasil dari pelaksanaan audit teknologi industri radar ini berbentuk rekomendasi. Rekomendasi hasil audit teknologi industri radar ini akan diberikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan sektor ini, yaitu: Kementerian Pertahanan, Kementerian PPN/ Bappenas, Kementerian Perindustrian, Kementerian BUMN, dan Kemenristekdikti.
Acara tersebut dihadiri Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Bondan Tiara Sofyan, Deputi BUMN bidang Pertambangan, Industry Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Hari Sampurno, Deputi Polhukam Kementerian PPN/Bappenas, Slamet Soedarsono, perwakilan dari KKIP, Marzan Iskandar dan perwakilan BPPT. (dudung)