Padang – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar mengizinkan pelaksanaan sholat Idul Adha 1442 H secara berjemaah di masjid atau di lapangan. Meski begitu, pelaksanaan salat Idul Adha berjamaah dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat.
Kebijakan itu juga sejalan dengan fatwa yang telah dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar.
Kepala Biro Administrasi Pimpinan Setprov Sumbar Hefdi menegaskan, Pempriv Sumbar mengikuti arahan Fatwa MUI dalam pelaksanaan salat Idul Adha.
Selain itu, juga sejalan dengan kebijakan masing-masing kabupaten dan kota.
“Kota Padang juga mengizinkan salat Idul Adha dengan syarat prokes ketat,” ujarnya, Minggu, (18/7).
Sebelumnya, Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldy juga menyampaikan, Pemprov Sumbar mengikuti Fatwa MUI Sumbar dalam hal keputusan pelaksanaan salat Idul Adha.
“Kita ikuti poin-poin pembatasan yang diarahkan oleh pemerintah pusat kecuali pelaksanaan ibadah, kita ikuti sesuai fatwa MUI Sumbar,” katanya saat memimpin rapat di Kantor Gubernur Sumbar, Senin 12 Juli lalu.
Meski diizinkan pelaksanaan ibadah, Audy mengingatkan supaya dilaksanakan pengawasan ketat oleh pemerintah daerah. Supaya setiap jamaah yang masuk ke masjid menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Yakni. semua jamaah harus mencuci tangan, menjaga jarak, dan memakai masker.
“Saat pandemi covid-19 semua wajib memakai masker, protokol kesehatan harus ketat di masjid, fatwa MUI nya sudah ada dan kita menyesuaikan, pengawasannya harus ketat,” ujar Audy.
Ia menambahkan, semua pengurus masjid harus memperhatikan pelaksanaan protokol kesehatan. Bagi jemaah yang tidak patuhi protokol kesehatan tidak diizinkan masuk ke masjid.
Selain itu menurutnya bagi jemaah yang tidak ingin datang ke masjid juga dibolehkan sesuai arahan MUI Sumbar. Jemaah boleh saja melaksanakan sholat Idul Adha di rumah bersama keluarga sesuai ketentuan.
Diketahui MUI Sumbar telah mengeluarkan Maklumat, Taujihat dan Tausiyah Nomor: 003/MUI-SB/VII/2021. Dalam maklumat tersebut, dijelaskan bahwa peniadaan kegiatan ibadah di rumah ibadah tidak bisa disetujui dan diterima sebagai landasan kebijakan di Sumbar karena kecilnya potensi terjadinya kerumunan tersebut.
MUI menyebut Bila peniadaan kegiatan ibadah tetap dipaksakan maka akan berakibat hilangnya kepercayaan masyarakat khususnya umat Islam terhadap usaha pengendalian wabah Covid-19. (104/107)