Penguatan Kewajiban Warga Negara Terhadap Ujaran Kebenciandi Media Sosial

Ujaran kebencian di social media yang berulang serta tiada habisnya juga jadi salah satu faktor seseorang mengalami cyberbullying (perundungan dunia maya).

Cyberbullying dapat diartikan sebagai perundungan yang menggunakan teknologi digital dan ada dimedia sosial, platform bermain game, platform chatting, serta ponsel.

Menurut Think Before Text, “perilaku ini bersifat agresif, ditujukan kepada suatu kelompok atau individu, menggunakan media elektronik, secara berulang-ulang dari waktu ke waktu, dan korbannya adalah orang-orang yang merasa tidak mudah untuk melakukan perlawanan atas tindakan tersebut dikarenakan terdapat perbedaan kekuatan antara pelaku dan korban.” Perbedaan kekuatan yang dimaksud berdasar suatu pandangan dari fisik serta juga mental individu.

Selanjutnya, hal-hal yang mengenai pada pasal ujaran kebencian berbentuk hinaan, Menurut R. Soesilo pada buku KUHP maupun beberapa Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 225), memaparkan bahwasannya ada 6 jenis tindak pidana penghinaan, yakni diantaranya:

1. Menista (smaad);
2. Menista dengan surat (smaadschrift);
3. Memfitnah (laster);
4. Penghinaan ringan (eenvoudige belediging);
5. Mengadu secara memfitnah (lasterlijke aanklacht);
6. Tuduhan secara memfitnah (lasterlijke verdachtmaking).

Setiap perbuatan warga negara yang bertolak belakang pada hukum yang ada dikarenakan dianggap menyinggung, merugikan dan mengancam orang lain, tentunya dapat dijatuhi sanksi apabila ada yang melaporkan kasus tersebut kepada Lembaga yang berwenang, contohya melapor kepada pihak yang berwajib. Pada kasus ujaran kebencian dimedia sosial serta elektronik dalam UU ITE, memiliki sanksi yang diatur didalam Pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (2) UU ITE.

Tapi, sekarang ketetapan itu diganti melalui Pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 45A ayat (2) UU 1/2024. Berikut isi Pasal 28 ayat (2) UU 1/2024 mengenai “ujaran kebencian” yakni: ”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik.”

Perbuatan yang dimaksud di dalam Pasal 28 ayat (2) UU 1/2024 tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Hal ini diatur di dalam Pasal 45A ayat (2) UU 1/2024.

Untuk menghindari perundungan berupa ujaran kebencian ini kita dapat melakukan nya dengan cara memberikan edukasi kepada public terkait efek negatif dari ujaran kebancian dimedia sosial yang berujung pada cyberbullying ini serta memberitahu bagaimana cara kita mengenali apa itu cyberbullying dan bagaimana cara melaporkan pelaku perundungan ke pihak yang berwajib, seharusnya negara benar-benar menegakkan hukum mengenai cyberbullying untuk di berikan sanksi atau efek jera kepada pelaku perundungan.

Selain itu masyarakat diminta untuk berpartisipasi dalam melawan masalah cyberbullying yang mengamati setiap gerak gerik yang mengandung unsur perundungan di media sosial, sehingga masyarakat dapat mendukung para korban perundungan untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib selain partisipasi dari masyarakat tentu nya kita juga menanam kan pada setiap individu tentang bagaimana menjadi masyarakat yang baik dimana tidak merugikan bahkan merusak mental orang lain.(*)