DHARMASRAYA – Perseteruan warga Nagari Sipangkur, Kecamatan Tiumang, Kabupaten Dharmasraya dengan pihak perkebunan sawit, PT Sawit Andalas Kencana (SAK) belum menemukan kesepakatan.
Warga bersikukuh agar pihak PT SAK mengembalilan lahan mereka yang diambil perusahaan tersebut pada tahun 1989/1990.
Rabu (25/8/2021) Pemkab Dharmasraya memfasilitasi pertemuan antara warga Nagari Sipangkur, Kecamatan Tiumang dengan pihak PT SAK untuk mencarikan solusi bagi kedua bela pihak yang bersiteru.
Pertemuan yang dilangsungkan di Aula Lantai II Kantor Bupati Dharmasraya itu dimulai pukul 14. 15 Wib, dan berakhir sekira pukul 18. 30 Wib.
Kedua belah pihak melontar argumen agar menghasilkan kesepakatan saling menguntungkan.
Warga bertahan bahwa lahan perkebunan karet yang digusur pihak PT SAK, yang sekarang telah berganti menjadi perkebunan sawit dikembalikan lagi kepada mereka.
Sementara pihak PT SAK meyanggah bahwa lahan perkebunan karet yang sudah menjadi kebun kelapa sawit seluas ratusan hektar sah secara hukum milik perusahaan.
Tokoh warga Nagari Sipangkur, Rijal Imami (38), Iskandar (52) dan Sokri (50) menegaskan, persoalan yang terjadi saat ini bukanlah hal yang mengada- ada.
“Apa yang terjadi saat ini adalah reaksi atas tidak kooperatifnya pihak perusahaan terhadap masyarakat. Pihak perusahaan menghambat akses jalan ke kebun masyarakat. Sehari-harinya masyarakat beraktifitas memupuk dan memanen lahannya dari sisa sisa lahan yang diambil PT SAK. Ini jelas merugikan bagi masyarakat,” tegasnya .
Rijal menambahkan, apa yang dilakukan PT SAK sebagai pemegang hak HGU jelas tidak boleh menghambat akses masyarakat.
Sementara itu, Iskandar (52) menyebutkan kebun karet milik warga telah diambil secara paksa oleh PT SAK. Sementara sesuai hasil kesepakatan bersama antara pemerintah Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Forkopimda dan pihak PT SAK pada 18 April 1990 lalu, disebutkan bahwa kebun karet produktif milik warga Sipangkur tidak boleh digarap oleh PT SAK.
“Sesuai dengan hasil musyawarah ninik mamak, tokoh masyarakat dengan pemerintah Sawahlunto Sijunjung yang juga dihadiri oleh PT SAK pada 17-18 April tahun 1990 lalu, dimana lahan HGU yang sudah diproduksi (ditanami karet) oleh masyarakat tidak masuk dalam lahan PIR atau lahan milik PT SAK, ” tegas Iskandar.