JAKARTA-Dalam Rapat Kerja Komisi XII DPR RI bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang berlangsung pekan ini, Hj. Nevi Zuairina, anggota DPR RI Komisi XII dari Fraksi PKS, mengkritisi penanganan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) yang hingga kini masih menjadi tantangan besar bagi sektor pertambangan Indonesia.
Politsi PKS ini memaparkan, bahwa menurut data Kementerian ESDM, terdapat lebih dari 2.700 titik PETI yang tersebar di seluruh Indonesia pada tahun 2022, dan hanya 128 titik yang dilaporkan pada tahun 2023. Namun, Hj. Nevi Zuairina menegaskan bahwa data ini kemungkinan hanya mencerminkan fenomena gunung es, di mana aktivitas ilegal yang tidak terdeteksi jauh lebih banyak.
“PETI telah merugikan negara secara signifikan, terutama dari sisi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kita perlu menghitung potensi kehilangan ini agar penanganannya lebih terarah,” ujar dia.
Legislator asal Sumbar II ini juga mempertanyakan program 100 hari pertama Kementerian ESDM dalam mengatasi PETI serta peran dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) yang baru dibentuk. Ia menekankan pentingnya kolaborasi dengan instansi terkait, seperti Kepolisian, TNI, dan pemerintah daerah.
“Kementerian ESDM tidak bisa bekerja sendiri dalam menangani PETI. Diperlukan sinergi lintas sektor, termasuk optimalisasi pengawasan dan alokasi anggaran untuk penegakan hukum serta perlindungan lingkungan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Aktivis perempuan PKS ini menyoroti permasalahan terkait 2.078 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang bermasalah pada pertengahan tahun 2024, di mana sebagian besar diancam pencabutan. Dari jumlah tersebut, 112 IUP masih belum menyelesaikan kewajiban PNBP-nya. Ia meminta agar permasalahan ini menjadi prioritas di awal masa kerja Menteri ESDM yang baru.
Melalui kritik dan saran yang disampaikan, Fraksi PKS berharap Kementerian ESDM mampu menunjukkan langkah nyata dalam memberantas PETI dan memperbaiki tata kelola sektor pertambangan demi keberlanjutan pembangunan nasional.
“Penanganan PETI dan masalah IUP yang belum tuntas harus menjadi langkah awal yang konkret. Kita tidak hanya berbicara tentang penegakan hukum, tetapi juga dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas ilegal ini,” tutup Nevi Zuairina.