Tentu hal ini tak terlepas dari gerak cepat PT Pertamina Patra Niaga dalam pendistribuan BBM dan energi lainnya. Narotama menyebutkan, pasokan BBM ke Pessel saat itu dipasok lewat jalur laut. “Ke Pessel kita pasok lewat jalur laut, karena ada dua titik jalan yang putus, sehingga tak bisa disuplai baik dari IT Teluk Kabung ataupun Bengkulu,” katanya.
Dia menyebutkan, ada enam SPBU yang tidak dapat disuplai bahan bakar minyaknya lewat jalur darat. “Selain itu, ada lima mobil tanki kami yang terjebak tidak dapat ke Teluk Kabung maupun ke Bengkulu,” tuturnya.
Solusinya, lanjutnya, BBM dibawa menggunakan truk ke Pelabuhan Muaro Padang, selanjutnya diangkut dengan kapal menuju Pelabuhan Perikanan Carocok Tarusan. “Dari sanalah, truk tanki yang terjebak mengangkut BBM ke SPBU-SPBU terdampak. Tapi ini hanya berlangsung dua hari saja, setelah itu kembali normal,” kisahnya.
Gerak cepat Pertamina memang tak perlu diragukan. Selama bencana melanda di kedua daerah itu, tak terdengar keluhan warga terkait kelangkaan energi. Jasriman, penduduk Padang Panjang, kota terdekat dari Lembah Anai mengakui, tak merasakan adanya kelangkaan BBM saat bencana lahar dingin, baik saat Lembah Anai terputus maupun bencana letusan Gunung Marapi sebelumnnya. “Alhamdullilah, seingat saya tak ada kelangkaan BBM waktu bencana banjir lahar dingin. Saya kurang tahu juga, apakah akibat tak ada kendaraan lain di luar Kota Padang Panjang yang melintas di sini, sehingga BBM di kota kami ini aman atau sebab lainnya,” katanya kepada topsatu.com Senin, 28 Oktober 2024.
Ungkapan serupa juga disebutkan Doni, warga Payakumbuh. Katanya, banjir lahar dingin yang melanda sebagian besar Tanah Datar dan Agam tak berdampak bagi ketersediaan BBM dan LPG di Kota Botiah itu. “Seingat saya aman-aman saja, tak ada BBM dan gas langka.Semua SPBU tetap beroperasi,” ujarnya.
Bayangkan, tanpa gerak cepat Pertamina, berapa banyak usaha yang terdampak. Putusnya jalan Lembah Anai saja, kata Gubernur Sumatra Barat, H. Mahyeldi memberi dampak signifikan terhadap ekonomi daerah. Dia menyebut, potensi kerugian ekonomi mencapai Rp50 miliar per hari.
Banjir bandang menurutnya merusak jalan nasional di Lembah Anai, Kabupaten Tanah Datar. Jalan itu, jalur utama perekonomian daerah Sumatra Barat. “Akibat putusnya jalan ini, ekonomi Sumbar terhambat, sehingga potensi kerugian mencapai Rp50 miliar sehari,” sebutnya seperti dikutip dari hariansinggalang.co.id tertanggal 31 Mei 2024.
Hitungan Rp50 miliar diantaranya karena tak beroperasinya tempat usaha yang berada di sepanjang jalan dari Padang Panjang sampai Sicincin, Kabupaten Padang Pariaman akibat ketiadaan pembeli. Selain itu, bahan baku semen dari PT Semen Padang, bahan baku kebutuhan pokok dan sayur mayur dari Padang ke provinsi tetangga juga terhambat dan lainnya. Begitu pula dengan kunjungan wisata ke banyak objek di daerah terdampak. Seperti diketahui Kota Bukittinggi adalah Kota Wisata. Tak ke Sumatra Barat, kalau tak melihat Jam Gadang di kota wisata itu.
Jalan Lembah Anai kembali beroperasi pada 21 Juli 2024 atau sekitar dua bulan pasca bencana melanda. Bila tak ada gerak cepat Pertamina, tentu daerah lain di sekitar lokasi bencana juga akan terdampak, roda ekonomi berhenti dan rakyat akan kesulitan, karena BBM adalah bagian dari penggerak roda ekonomi daerah.
Dari jumlah SPBU, Pertashop dan mitra Pertamina lainnya yang terdampak saja dapat diukur pula kerugian besar mereka bila tak ada gerak cepat dari Pertamina. Untungnya, perusahaan energi ini dengan tangkas mengatasi hambatan distribusi energi tanpa hitungan hari.