PADANG – Peraturan Daerah (Perda) Sumatera Barat (Sumbar) Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sudah disahkan pada Selasa lalu (20/3/2023). Perda ini disahkan DPRD Sumbar setelah diajukan oleh Pemprov Sumbar.
Kami, pengurus Pertashop Sumbar Bersatu sebagai wadah berhimpun pelaku usaha Pertashop di Sumatera Barat, merasa perlu menyampaikan pandangan sikap kepada Pemprov dan DPRD Sumbar. Sekaligus memberi masukan kepada Kemendagri yang akan mengevaluasi Perda ini.
Pandangan sikap dan masukan kami sampaikan, karena Perda Sumbar tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, tidak hanya mengatur soal Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Alat Berat (PAB), Pajak Air Permukaan (PAP), Pajak Rokok, opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB), serta sejumlah retribusi daerah. Namun, juga mengatur Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).
Terkait dengan PBBKB ini, sebagaimana tercantum dan diatur dalam Pasal 1 (point 23 dan 24), Pasal 3 ayat 2,
Pasal 21 , Pasal 22, Pasal 23
Pasal 24, jo Pasal 25 (Draft Ranperda Sumbar tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah), Pertashop Sumbar Bersatu menyampaikan pandangan sikap dan masukan, sebagai berikut:
1. Kami menghargai proses penyusunan Perda Sumbar tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai pelaksanaan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah atau UU HKPD. Sekalipun sampai Perda ini disahkan DPRD Sumbar, belum terbit Peraturan Pemerintah sebagai aturan turunan dari UU HPKD tersebut.
2. Kami menghargai semangat Pemprov Sumbar dan DPRD Sumbar menerbitkan Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah untuk optimalisasi penerimaan pendapatan asli daerah dan penyederhanaan administrasi perpajakan daerah sesuai semangat Undang-Undang Cipta Kerja. Namun, kami menyayangkan pembahasan Perda tersebut, terutama yang terkait dengan PBBKB tidak pernah melibatkan stakeholders terkait, seperti Pertashop Sumbar Bersatu (PSB), Hiswana Migas atau penyalur bahan bakar kendaraan. Padahal, keterlibatan stakholders dalam pembahasan Ranperda, merupakan suatu prosedur yang disyaratkan
dalam Undang-Undang.
3. Akibat tidak melibatkan stakholders terkait dalam pembahasannya, penyusunan Perda Sumbar tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, terutama yang terkait dengan PBBKB, diduga merupakan kerja tanpa memperhitungkan dampak buruk berganda.
Dalam Pasal 24 Ayat (1) draft Ranperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan, “Tarif PBBKB ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen)”. Ini naik 2,5 persen dibandingkan tarif PBBKB sebelumnya yang baru 7,5 persen.
Kemudian, dalam Pasal 24 Ayat (2) draft Ranperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan, “Khusus tarif PBBKB untuk bahan bakar kendaraan umum ditetapkan 50 % dari tarif PBBKB untuk kendaraan pribadi”.
Pertashop Sumbar Bersatu berpendapat, kenaikan tarif PBBKB sebesar 10 persen dan adanya perbedaan tarif PBBKB untuk kendaraan umum dengan kendaraan pribadi, jelas akan sangat memberatkan masyarakat atau konsumen BBKB selaku subjek PBBKB dan badan penyedia BBKB selaku Wajib PBBKB.
Selain memberatkan masyarakat selakusubjek PBBKB dan badan penyedia atau penyalur BBKB selaku Wajib PBBKB, kenaikan tarif PBBKB sebesar 10 persen seperti diatur dalam Perda Sumbar Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah akan berdampak terhadap seluruh sektor ekonomi. Sekaligus berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Bahkan, Pertashop Sumbar Bersatu berpendapat, Perda Sumbar tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, belum mencerminkan semangat UU HKPD. Pemprov Sumbar baru bersemangat mendongkrak pendapatan daerah dari sisi PBBKB, namun belum memperhatikan semangat UU HPKD yang merupakan sinergi fiskal dan bertujuan agar gerak langkah pusat dengan daerah menjadi lebih harmonis, sehingga target pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dapat lebih mudah dicapai secara efisien dan efektif.