PADANG-Balai Karantina Pertanian Kelas I Padang menindaklanjuti temuan selembar kulit harimau Sumatera yang dikirim dengan modus pengiriman paket yang dikirimkan lewat salah satu ekspedisi.
Temuan itu setelah adanya laporan Avsec Kargo Bandara Internasional Minangkabau, Jumat (12/7) lalu sekitar pukul 20.30 WIB.
Salah seorang Paramedik Veteriner, Sity Shofwatu Ningsih dihubungi pihak Avsec mengatakan bahwa petugas menemukan sebuah paket yang menunjukkan isi berupa bahan asal hewan ketika di x-ray.
Paket tersebut dikemas dengan menggunakan kardus bekas yang dibungkus kertas kado, saat dibuka, ternyata isinya adalah selembar utuh kulit harimau yang digulung dan diikat dengan tali rafia. Dari bau yang tercium, kulit tersebut telah diberi formalin dan masih dalam kondisi basah.
Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Padang, Eka Darnida, Selasa (16/7) mengatakan paket tersebut akan dikirim melalui pesawat terbang menuju Jakarta Pusat. Berdasarkan informasi yang tertera di kemasan, pengirim beralamat di Kabupaten Sijunjung. Pengirim disinyalir sengaja memasukkan makanan ringan ke dalam paket untuk mengelabui petugas.
“Paket kami tahan dan amankan sementara untuk dilakukan koordinasi dengan BKSDA, kepolisian, dan instansi terkait lainnya,” ujar Eka Darnida.
Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) merupakan salah satu dari enam sub spesies harimau yang masih bertahan hidup sampai saat ini. Satwa ini merupakan jenis yang dilindungi mengingat statusnya yang termasuk klasifikasi satwa terancam punah (Critical Endangered) menurut IUCN.
Permintaan yang tinggi di pasar gelap mendorong semakin meningkatnya perburuan liar. Menurut Wordl Wildlife Foundation (WWF) yang merupakan salah satu organisasi internasional yang menangani masalah konservasi dan lingkungan, bagian-bagian tubuh harimau diminati untuk dijadikan dekorasi, obat-obatan, perhiasan, dan jimat. Jadi, tak heran jika perdagangan ilegal semakin subur setiap tahunnya.
Tingginya perburuan liar dan kehilangan habibat akibat pembukaan lahan oleh manusia menjadi pemicu utama penurunan populasi harimau sumatera.
Sekitar tahun 2014, menurut data WWF hanya tinggal 400 ekor harimau Sumatera yang dapat diidentifikasi keberadannya di alam bebas.
“Hal ini menjadi keprihatinan tersendiri bagi kita bersama. Kekayaan alam yang semestinya kita jaga dan pelihara, malah kita rusak dengan perbuatan yang melanggar aturan,” tuturnya.
Dengan merujuk undang-undang (uu) nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, Karantina Padang bersigap mengadakan kegiatan koordinasi dengan mengundang Avsec, Dir Reskrimsus Polda Sumbar, Kapolsek Kawasan BIM, Kepala BKSDA, dan LSM WALHI. (101)
Area lampiran