Opini  

Pola Pelestarian Lingkungan Berbasis Kearifan Lokal Minangkabau

Oleh : Prof Raudha Thaib

MASYARAKAT tradisi Minangkabau yang agraris telah lama Mengenal, memanfaatkan, mengembangkan dan memelihara serta melestarikan keberlanjutan lingkungan hidupnya : Bentang alam, air, udara,Flora dan Fauna untuk berbagai keperluan kehidupan manusianya.

Punya aturan dan cara tersendiri agar tidak saling memusnahkan, sebagai penjabaran dari ajaran adatnya; Alam takambang jadi guru.
Perilaku dan perbuatan manusia harus berpunca kepada alam.

Kehidupan manusia dan alam berada dalam keseimbangan dan perimbangan, saling memerlukan dan saling diperlukan.

Manusia memerlukan alam lingkungan (bentang alam, air dan udara), flora, dan fauna untuk hidupnya.

Alam lingkungan (bentang alam, air dan udara), flora, dan fauna memerlukan manusia untuk pelestarian, pengembangan dan pemeliharaannya.

Ketika masyarakat tradisi memasuki era modernisasi, kehidupan yang lebih mengarah pada eskploitasi dan jasa.

Alam lingkungan (bentang alam, air dan udara), flora, dan fauna dilihat sebagai sesuatu yang harus diekploitasi semaksimal mungkin untuk kepentingan manusia.

Tanpa mempertimbangkan hubungan antara alam dan manusia yang harus saling menjaga, seimbang, berimbang dan saling memerlukan.

Fungsi alam lingkungan (bentang alam, air dan udara), flora, dan fauna menjadi berubah. Tidak lagi sebagai bagian dari alam, tetapi sebagai pelengkap dari kehidupan manusia.

Dengan arti kata, konsepsi keseimbangan antara kehidupan manusia dan alam, bergeser menjadi konsepsi penaklukan manusia terhadap alam.

Dari titik penaklukan inilah mulai timbulnya ketidak seimbangan antara alam dengan manusia.

Alam ditaklukkan dengan nafsu dan kerakusan berlebihan.