Opini  

Pola Pelestarian Lingkungan Berbasis Kearifan Lokal Minangkabau

Oleh : Prof Raudha Thaib

Kayu tidak boleh berasal dari kayu yang sedang dalam masa berbunga.

Umumnya jenis kayu yang dipakai untuk bangunan rumah gadang disesuaikan dengan kegunaan, seperti untuk tiang, lantai, dinding, pintu, paran dan lain-lain.

Atap rumah gadang umumnya dari ijuk yang tahan api.

Tiang utama dan kuda-kuda.

Sewaktu akan memancangkan tonggak tuo (tiang utama) dan menaikkan kudo-kudo (punca atap) diadakan suatu upacara.

Bibit tebu, bibit kelapa, benih padi, bibit pisang dan buahnya, diikatkan pada tonggak tuo atau pada kayu kudo-kudo sebagai lambang dari keinginan terhadap kesuburan dan sebagai konversi lahan kering yang telah dijadikan tapak rumah.

Hal yang cukup penting untuk diamati lebih jauh adalah prinsip-prinsip penataan lingkungan yang mereka pakai.

Ajaran adatnya yang perpunca kepada alam, dan alam mengajarkan prinsip keseimbangan kepadanya, dicoba dituang dalam berbagai aspeknya.

Penataannya berada dalam pola simetris. Sehingga rumah gadang sebagai bangunan yang juga simetris sejalan dengan keseimbangan alam lingkungannya.

Orang Minangkabau sangat mempertimbangkan keberadaan sastwa baik yang dipelihara maupun yang liar dalam kehidupan mereka terutama di sekitar rumah gadang mereka.

Dengan menata pekarangan sedemikian rupa memberi kesempatan atau mengundang satwa liar untuk hidup di sekitar rumah gadang, seperti burung pipit, balam yang bersarang dipohon limau.
Lebah bergantung di paran rumah dengan aman tanpa ditakuti.