PADANG – Ketua Umum Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4), Assoc. Prof. Dr. Eng. Muhammad Aziz menilai potensi ilmuwan diaspora selama ini kurang dimanfaatkan dalam meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global.
Padahal tidak sedikit profesional dan akademisi Indonesia yang tersebar di luar negeri yang bisa dimanfaatkan keilmuannya. Namun, kolaborasi dengan ilmuwan di dalam negeri belum terbangun.
Hal itu dikatakan Muhammad Aziz saat menjadi pembicara dalam program Fellowship Jurnalisme Pendidikan Batch 3 yang digelar Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) bekerja sama dengan Paragon Technology and Innovation, Selasa (23/11). Kegiatan ini diikuti 15 wartawan dari berbagai media di Indonesia.
“Saya masih merasakan adanya gap antara rekan-rekan ilmuwan diaspora dan ilmuwan di dalam negeri,” ujarnya.
Dia menyatakan, sebetulnya banyak ilmuwan di dalam negeri yang ingin membangun kerja sama dengan pihak luar, namun mereka tidak memiliki jejaring. Begitupun sebaliknya, banyak diaspora yang tidak memiliki akses saat ingin membangun kerja sama dengan ilmuwan di Indonesia.
“Inilah yang mendasari kami membuat visi dan misi I-4 agar bisa menjadi wadah bersama untuk menciptakan dan mengoptimalkan kerjasama yang timbal-balik (mutual) dan selaras (sinergis) antara ilmuwan diaspora dan
ilmuwan dalam negeri,” kata Associate Professor di The University of Tokyo itu menjelaskan visi I-4.
Dia katakan, pihaknya akan terus berupaya meningkatkan aksesibilitas I-4 oleh ilmuwan dalam negeri sehingga muncul komunikasi dua arah yang aktif antara ilmuwan dalam negeri dan diaspora.
“Kita juga akan meningkatkan dan memperkuat sumber daya ilmuwan dalam negeri dalam penelitian dan pengajaran melalui proses berbagi pengetahuan dan pengalaman (mentoring) yang disesuaikan dengan norma dan nilai di Indonesia,” tambahnya.
I-4, katanya juga akan mendorong ilmuwan diaspora untuk memanfaatkan segala sumber daya yang dimiliki untuk membantu dan mendukung aktivitas penelitian dan pengajaran di Indonesia.
“Dan tentunya kami akan membantu jejaring sinergi antara ilmuwan Indonesia dengan institusi dan industri baik di dalam dan luar negeri,” jelasnya.
Dia katakan, ada delapan kawasan yang dikelola I-4, yakni; AS dan Kanada, Asia Timur, Asia Tenggara, Eropa, Australia, Time Tengah dan Afrika, Inggris, dan Indonesia. Pengelolaan tersebut kemudian dikelompokkan lagi berdasarkan 14 koordinator klaster ilmu pengetahuan.
Dia menyebut, kerja sama yang terbangun antara pemerintah dan ilmuwan diaspora selama ini masih sebatas Memorandum of Understanding (MoU) untuk proyek-proyek tertentu.