“Pembangkit piko dan mikrohidro ini sebaiknya dihidupkan lagi, seiring dengan semangat pengunaan EBT, energi bersih dengan meminimilisir pemakaian sumber energi yang berasal dari fosil,” tuturnya.
Sekarang mesin penumbuk padi memakai BBM untuk operasional. Padahal dengan memakai piko ataupun mikrohidro, biaya bisa menjadi lebih murah.
Dukungan dari Pemerintah sangat dibutuhkan, agar potensi besar tersebut tidak terbuang sia-sia, meskipun di daerah tersebut sudah masuk listrik PLN.
“Di Solok Selatan, kincir air yang kami bangun memiliki dua fungsi. Siang hari untuk penggerak mesin tepung dan kopi, malamnya untuk penggerak generator,” katanya.
Ia menghimbau pada Pemerintah Provinsi Sumbar, lebih perhatian lagi pada potensi pembangkit listri piko dan mikrohidro. Jangan kalah dengan Riau, dimana mereka sangat perhatian dan terus memproduksi pembangkit listrik jenis ini.
Perguruan Tinggi (PT) siap bekerja sama dengan Pemerintah maupun PLN, untuk memaksimalkan pembangunan pembangkit listrik piko dan mikrohidro di Sumbar. Jika makin banyak terbangun, maka industri kecil di Sumbar bisa lebih maju lagi, karena biaya listriknya lebih murah, sehingga harga produk yang dipasarkan menjadi lebih terjangkau.
Jika pembangkit listrik piko dan mikrohidro mendapatkan perhatian, maka dengan sendirinya semangat menjaga lingkungan dan hutan akan terjaga. Karena air menjadi komponen utama, maka hutan harus dijaga keasriannya, agar senantisa menyimpan dan mengalirkan air yang lebih banyak.
Pembangkit listrik piko dan mikrohidro selaras dengan semangat menjaga alam, agar senantiasa memberikan asupan air yang banyak. Ia berharap dengan semangat nol emisi dan EBT, alam akan semakin terjaga keasriannya dan potensi yang diberikan Allah SWT pada alam Sumbar, bisa termanfaatkan dengan maksimal. (Hendri nova)