Mentawai merupakan pulau terluar dari daerah Sumatera Barat. Orang Mentawai memiliki rumah tradisional yang disebut dengan Uma. Bagi orang Mentawai, uma dipahami dalam dua paradigma yakni sebagai kelompok sosial dan sebagai bangunan rumah yang besar tempat keluarga batih sikebbukat uma dan sekaligus tempat pertemuan, penyelenggaraan ritual se-uma (sanga-uma). Walaupun secara sosial budaya kedua pemahaman itu, satu kesatuan yang diilhami oleh suatu falsafah kehidupan orang Mentawai yang dinamakan Arat sabulungan.
Pengejawantahan konsep Arat sabulungan berlangsung di Uma, disanalah terjadi interaksi sosial sanga-uma, membangun peradaban anggotanya secara berkesinambungan. Proses pengejawantahan Arat sabulungan ini digagas dan dikoordinasikan oleh sikebbukat uma secara sipontan tanpa didahului oleh suatu perencanaan yang bersifat jangka panjang, biasanya hal ini dalam bentuk ritual sanga-uma, seperti, mu-lia (ritual se-uma). Kalau dalam kehidupan sehari-hari konsep Arat sabulungan ini di jawantahan dalam bentuk norma pantangan (kei-kei), dan norma ini lebih banyak dipertanggungjawabkan masing-masing keluarga batih (sanga-lalep). Interaksi sebagai anggota uma, dalam mengejawantahan Arat sabulungan sanga-uma, secara sosiaologis merupakan sarana pegembangan dan penguatan kapital sosial sanga-uma.
Dengan bertambahnya umur Mentawai menjadi kabupaten tersendiri, terutama membaiknya infrastruktur ke desa-desa, maka akses semakin terbuka, dan memudahkan berinteraksi dengan sosila-budaya non Mentawai dari luar. Oleh karena itu, penetrasi mereka ke kantong-kantong uma di pedalaman dimana tahun sebelumnya dianggap perekat ke-uma-annya kuat, semakin deras. Disisi lain rasio kadar kapital sosial dengan kapital yang lain (misalnya kapital ekonomi) yang dibutuhkan di uma belum stabil.
Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi komunitas Mentawai untuk memperkuat kapital sosial, budaya, dan ekonomi melalui uma sebagai pranata pengembangan peradaban orang Mentawai. Kedua belah pihak baik politisi maupun masyarakat perlu memahami fenomena ini sebagai bentuk pembelajaran ke depan.
Banyak informasi yang berseleweran, mulai karena sembako, membagi uang, harapan pokir, dan fasilitas yang lain. Sepertinya kapital ekonomi ini lebih mendominasi isu-isu yang berkembang di kalangan masyarakat sebagai pendorong mengarahkan suara mereka pemegang kedaulatan. Unsur-unsur kapital sosial seperti trust, resiprositas dan kemandirian kolektif, dikaburkan oleh kapital ekonomi.
Sepertinya perlu mempertimbangkan titik equilibrium antara demant dan supply atas kapital sosial, kapital budaya dan kapital ekonomi, agar terjadi trust, resiprositas, dan kemandirian kolektif.