Oleh: Eriandi
Sawahlunto, kota kecil di Sumatera Barat yang terkenal dengan bentuk geografisnya yang unik seperti kuali. Dengan luas wilayah 273,45 kilometer persegi, ada empat kecamatan di Sawahlunto, yaitu Silungkang, Lembah Segar, Barangin dan Talawi.
Vibes sebagai sebuah kota tua sangat terasa jelas di sana. Banyak bangunan tua bekas peninggalan Belanda masih berdiri kokoh. Lubang tambang sejak zaman Belanda pun masih bisa terlihat.
Ya, Sawahlunto memang sebuah Kota Tambang Batu Bara. Tapi, itu dulu, saat masih berjaya di zamannya. Seabad lebih perusahaan tambang Batubara Ombilin menambang batubara di kota itu. Penambangan batubara yang dimulai pada era kolonial Belanda telah melahirkan peradaban dan pemerintahan di Sawahlunto. Hampir semua fasilitas di kota itu merupakan milik tambang Batubara Ombilin di kala itu, baik listrik, air, telepon dan sarana fasilitas umum. Aktifitas ekonomi sangat bergantung pada pertambangan Ombilin.
Sayangnya kini semua tinggal kenangan. Cadangan batu bara yang makin menipis serta biaya produksi yang meningkat membuat operasi tambang tidak lagi ekonomis. Pertimbangan lingkungan dan sosial di mana area bekas tambang perlu direhabilitasi untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan sekitar juga membuat PT Bukit Asam (PTBA) yang mengelola tambang Batubara Ombilin menghentikan aktivitas penambangan.
Namun, PT Bukit Asam tidak ingin Sawahlunto menjadi kota mati ketika tambang batubara habis. PT Bukit Asam telah mulai mempersiapkan aktifitas produktif pasca tambang. Bekas tambang terbuka (open pit) batubara Tambang Ombilin disulap menjadi Kawasan Kandi yang terdiri dari Taman Satwa Kandi, Kebun Buah Kandi dan arena road race. Tambang bawah tanah di Unit Pertambangan Ombilin dijadikan sebagai tempat pendidikan. Sementara, sejumlah fasilitas bangunan serta aset tambang dijadikan museum dan objek wisata agar kota itu tetap hidup dengan visi wisata tambangnya.
Direktur SDM dan Umum PT. Bukit Asam (PTBA) Joko Pramono beberapa waktu lalu pernah menyebut, bisnis di pertambangan ada batas umurnya, tetapi pariwisata tak pernah ada batasnya. Batas umur di pertambangan itu yang membuat PT BA mengubah tambang batubara bawah tanah menjadi tempat pendidikan dan dan sejumlah fasilitas museum dan wisata.
PTBA tidak ingin nasib Sawahlunto seperti pada sebagian besar kota yang tumbuh dengan pertambangan dimana pada akhirnya ‘mati’ setelah usaha tambang berakhir. Justru ada harapan, setelah ditinggalkan PTBA, ekonomi Sawahlunto menjadi jauh lebih baik. Konsep Sawahlunto dengan Visi Sawahlunto Kota Wisata Tambang Yang Berbudaya 2020 menjadi model.
Konsep menjadikan tambang batubara bawah tanah sebagai museum, pusat pendidikan, dan objek wisata yang unik sesuai dengan sejarah UPO (Unit Pertambangan Ombilin) sebagai tambang batubara tertua di Indonesia, terutama untuk tambang bawah tanah. Tak hanya di lokasi itu saja, PTBA mendukung kota wisata tambang dengan memanfaatkan sejumlah asetnya sebagai objek wisata, seperti Rantih, Puncak Cemara, sarana olahraga Lapangan Tenis di Lobang Tembok, Lapangan Sepakbola Ombilin dan Bengkel Utama. Ada juga Lobang Mbah Suro dan Museum Goedang Ransoem serta sejumlah rumah dinas yang dijadikan sebagai museum. Banyaknya objek wisata yang didukung untuk berkembang tentu bisa mempercepat upaya mewujudkan Sawahlunto sebagai daerah wisata tambang.
Kalau dicermati, sinergi pemerintah daerah dengan PT Bukit Asam dalam mempersiapkan masa depan kota itu pasca penambangan sudah dilakukan sebelum penghentian operasional tambang. Hal itu dapat dilihat dari visi ‘Sawahlunto Kota Wisata Tambang Yang Berbudaya 2020’ yang dicetuskan sejak tahun 2001 dengan mengikutkan seluruh stakeholder kota, termasuk PT Bukit Asam.
Sejak saat itu pula, arah pembangunan kota wisata tambang yang berbudaya mulai digagas. Kekhawatiran Sawahlunto menjadi kota mati setelah berakhirnya penambangan batubara, membuat Walikota Subari Sukardi (1993-2003) mengajak seluruh elemen stakeholder menyusun visi dan misi kota itu. Artinya, walikota Subari saat itu mengajak semua elemen untuk terlibat menyusun arah pembangunan kota setelah penambangan batubara berakhir.
PT BA membantu pengembangan Kota Sawahlunto menjadi salah satu destinasi wisata penting di Sumatera Barat yang mengusung peninggalan sejarah penambangan batubara bawah tanah sebagai domain yang tak dimiliki daerah lain di Indonesia. Korporasi pelat merah pemilik aset terbesar Ombilin Coal Mine Heritage of Sawahlunto (OCMHS) itu rajin menyisihkan dana keuntungan perusahaan, baik sebelum dan sesudah ditetapkannya OCMHS sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO melalui sidang sesi ke 43 di Baku City, Azerbaijan, 6 Juli 2019 silam.