MENTAWAI – Salah satu pulau di Selat Bunga Laut, Kecamatan Siberut Barat Daya, Kabupaten Kepulauan Mentawai, ditawarkan pada situs jual beli pulau berskala internasional, http://privateislandonline.com.
Pada laman website itu, pulau dimaksud bernama A-Frames (nama asli, “Pulau Panangalat”), merupakan pulau pribadi yang dimiliki PT Laut Menari. Perusahaan itu sendiri dimiliki warga Bali bernama Nyoman Nitri dan bertindak sebagai direktur seorang warga negara Australia, Martin Kalajzich. Tidak tercantum sejak kapan iklan penjualan pulau itu tayang. Selain itu juga tidak dibunyikan besaran harga dipatok berdasarkan permintaan (calon pembeli). Adapun ulasan tanah yang dijual seluas 1,74 hektare.
Sementara pulau A-Frames menurut situs itu memiliki panjang 300 meter dan lebar 187 meter (56.100 meter) pada titik-titik terpanjang.
Namun pulau yang terletak 25 kilometer arah utara Tuapejat itu berdasarkan peta lampiran Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 35/Menhut-II/2013 tanggal 15 Januari 2013, teridentifikasi sebagai salah satu dari banyaknya pulau zona kuning atau hutan produksi di Mentawai.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan produksi (KPHP) Mentawai, Tasliatul Fuaddi membenarkan adanya situs jual beli online internasional yang sedang mengiklankan pulau tersebut.
“Betul itu kawasan hutan produksi. Status kawasan hutan produksi masih berupa penunjukan kawasan hutan, belum sampai pada tahap pengukuhan kawasan hutan, karena belum ditata batas. Berdasarkan informasi yang saya dapatkan dari salah seorang warga Peipei, pulau itu merupakan pulau kecil di sebelah Pulau Karangmajat, tidak jauh dari lokasi resor wisata yang ada, yaitu Kandui Resort. Nama asli pulau itu Pulau Panangalat Sabeu. A Frames itu sendiri adalah nama ombak yang ada di depan pulau itu. Pemilik aslinya asal Dusun Toloulaggo, Desa Katurei Kecamatan Siberut Barat Daya. Yang mengiklankan untuk dijual adalah Martin Kalajzich, bule asal Australia, owner PT Laut Menari,” kata Fuad melalui WhatsApp kepada Singgalang, Rabu (10/2).
Pihaknya menyebutkan, terkait hal ini dirinya menyebutkan masih berupaya mengumpulkan data dan informasi lebih lanjut, karena pada laman website tersebut, pulau dijual dengan judul Hak Guna Bangunan (HGB). Tentunya perlu ditelisik lebih lanjut apakah HGB yang seharusnya dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) benar-benar ada.
“Kami masih mencari informasi pemilik lahan aslinya siapa dan apakah pulau itu memang sudah dijual belikan kepada pihak lain. Kemudian pihak lain tersebut menjual dengan mengiklankannya di situs privateisland itu. Kami juga mencoba berkoordinasi dengan BPN soal sertifikat HGB. Kita belum dapat informasi lengkap dan belum lihat HGB nya . Kalau prinsip di Dinas Kehutanan, pada kawasan hutan tidak boleh diterbitkan sertifikat kepemilikan dalam bentuk apapun,” tulis Fuad. (ricky)