PADANG – Riak-riak pembangunan jalan tol di Sumatera Barat terus terjadi. Apalagi keberadaan jalan tol tersebut bakal menguburkan perkampungan dan lahan produktif masyarakat.
Tak terima perkampungan mereka dijadikan lokasi pembangunan jalan tol, puluhan masyarakat mendatangi DPRD. Provinsi Sumatera Barat, Jumat (2/10).
Kehadiran masyarakat yang berasal dari Nagari Gurun dan Lubuk Batingkok Kec. Harau serta Taeh Baruh dan Simalanggang, Kec. Payakumbuh itu diterima DPRD Sumbar, Supardi di ruang Khusus 1.
Rahman Syarif Dt. Patiah (39) perwakilan Kerapatan Adat Nagari (KAN) Baruah mengaku sengaja datang ke DPRD Sumbar menyampakan aspirasi dampak pembangunan jalan tol Padang – Pekanbaru yang melewati kampung mereka. Hewan liar dan tempat wisata dilindungi.
Sementara balai adat dan mushalla dikorbankan. Malahan perkampungan padat dengan dua persukuan akan lenyap, lantaran dilalui jalan tol. Padahal masyarakat adat juga dilindungi undang undang.
Masyarakat ujarnya sangat kecewa lantaran tidak adanya sosialisasi pembangunan tersebut. Anehnya, pemancangan dilakukan tanpa sepengetahuan masyarakat dan pemilik lahan.
“Mestinya ada pembicaraan dengan masyarakat. Kami tidak menolak jalan tol, tapi jangan melewati tempat sakral dan perkampungan padat. Padahal, pembangunannya bisa dialihkan, seperti melewati Gunung Bungsu,” ujarnya.
Hal sama, Mavilindo (58) warga Lubuak Batingkok mengaku sangat kecewa dengan pembangunan jalan tol tersebut. Ketua Gapoktan ini mengaku sangat tergantung dengan pekerjaan di lahan saat ini.
Dia mengaku hanya bisa bertani dan tidak mungkin dialihkan pada kerja lain.
Dia dengan wajah memelas berharap pembangunan jalan tol tersebut dialihkan. Apalagi, lahan yang dikerjakan saat ini sangat produktif dan subur.
“Sangat berat pekerjaan orang tua kami dulu membuka lahan tersebut. Sekarang sudah subur mau dijadikan jalan tol pula. Kami tidak anti pembangunan. Kami hanya berharap dipindahkan,” ujarnya.
Supardi menyambut baik keinginan masyarakat 4 nagari tersebut yang menyampaikan aspirasi ke DPRD Sumbar. Menurutnya, kehadiran jalan tol hendaknya tidak merugikan masyarakat, baik tempat tinggal ataupun pekerjaan.
Supardi berharap pembangunan jalan tol tersebut tidak melalui pemukiman masyarakat. Begitu juga, dengan ganti rugi tidak pukul rata.
“Kita berharap, pembangunan jalan tol tidak melewati pemukimam padat. Harus ada alternatif, untuk menimalisir. Kalau sekarang ada 10 areal pemukiman maka besok menjadi lima atau tiga,” ujarnya.
“Terkait dengan ganti rugi, jangan disamakan antara lahan produktif dan tidak produktif. Besok tim appraisal yang akan menilai ganti rugi, betul betul independen. Kita akan kawal disana,” ujarnya.(rel)