Terkait dua hal ini, sempat terjadi diskusi panjang antara DPRD dan manajemen. Namun kemudian disepakati lebih baik menggunakan jasa akuntan publik dan BPK untuk memberikan pendapat profesional. Pihak manajemen menyanggupi karena merasa telah memenuhi ketentuan kerjasama dan akuntansi.
Untuk HGB, manajemen menjawab tidak diagunkan. Yang menjadi agunan adalah tanah pribadi milik Dedi Panigoro. Namun pihak bank meminta HGB disimpan di bank untuk mengurangi potensi HGB dijadikan agunan di bank lain.
Namun DPRD mempertanyakan apakah hal tersebut diberitahukan pada pemprov. Apakah ada dokumen dari pemprov, manajemen mengatakan belum menemukannya dan akan mencari.
Terkait Bukittinggi menerima dana lebih banyak. Dedi Panigoro sesuai pengamatan Singgalang, sedikit terjekut.
“Ini memang timpang. Bicarakan lagi dengan Pemprov,” kata Dedi pada bawahannya saat rapat itu.
Namun firdaus mengatakan Bukittinggi mendapat lebih banyak karena pajak hotel dibayarkan pada pemerintah kota.
Ali Tanjung mengatakan DPRD tak ingin panjang meributkan kesepakatan masa lalu yang dibuat dengan gubernur terdahulu. Namun hanya dijadikan bahan pelajaran untuk pemprov terkait kerjasama mendatang pasca berakhirnya BOT pada 2024.
“Nantikan jenisnya bukan lagi kerja sama BOT. BOT cuma boleh satu kali. Wajar nanti kalau pemerintahan Sumbar pilih investor yang menawarkan keuntungan terbanyak, Sumbar tak kaya sumber daya alam, kita hanya andalkan salah satunya parwisata, ini kait mengait dengan perhotelan,” ujarnya.
Mendengar ini, manajemen Novotel menyatakan siap bersaing dan mengataka ada klausa pada perjanjian yang menyatakan mendahulukan dulu kerjsama dengan PT pemegang BOT. (W)