Rapat Dengar Pendapat Bersama Komisi II DPR RI Diikuti Bupati Eka Putra

BATUSANGKAR – Rapat Dengar Pendapat (RPD) bersama Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) diikuti Bupati Eka Putra.

Dikutip dari rellis Prokopim Setdakab, pada kegiatan kemarin Bupati Eka Putra hadir bersama 13 bupati dan walikota se-Sumatera Barat.

Wakil Ketua Komisi II Syamsurizal mengatakan RPD dilaksanakan guna mendengarkan masukan dari kepala daerah atau yang mewakili terhadap penyusunan Rancangan perubahan Undang-Undang Dasar Hukum Pembentukan Kabupaten/Kota.

“Sebagaimana kita ketahui, pada Agustus 2020 Komisi II sudah membuat semacam kajian, dan ternyata ada 20 Provinsi dan 254 Kabupaten/Kota pembentukannya masih merujuk pada UUDS 1950, sehingga hal ini dirasa perlu dilakukan perubahan dan disesuaikan dengan kondisi saat ini,” jelasnya..

Bupati Eka Putra menjelaskan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah merupakan dasar dari pembentukan Kabupaten Tanah Datar sudah tidak relevan dengan perkembangan keaadaan.

“Tidak relevan karena mengingat telah terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat, yang filosofinya ”adat basandi sara’, sara’ basandi kitabullah” dan Kabupaten Tanah Datar merupakan salah satu Kabupaten dari 19 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat,” sampainya.

Dikatakan dengan adanya penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Kabupaten Tanah Datar di Provinsi Sumatera Barat ini, menyambut dengan sangat baik.

“Kami mendukung adanya rancangan Undang-Undang ini karena relevan dengan Kebutuhan Kabupaten Tanah Datar, serta memberikan kepastian dan landasan hukum tentang cakupan wilayah Kabupaten Tanah Datar,” kata Eka Putra.

Diungkapkannya dikarenakan Tanah Datar merupakan salah satu daerah otonom di Sumbar, maka dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Kabupaten Tanah Datar di Provinsi Sumatera Barat ini, materi muatan yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan mengenai daerah otonom juga harus menjadi bagian dalam pengaturan Tanah Datar.

“Adapun muatan yang dimuat, diantaranya pembentukan, cakupan wilayah, batas wilayah, ibukota dan urusan pemerintahan, bahkan perlu juga memuat potensi dan karakteristik khas daerah dengan memperhatikan kearifan lokal Tanah Datar sebagai Luhak Nan Tuo dan kota budaya,” tandasnya.

Dalam kegiatan yang turut didampingi Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Alfian Jamrah, Plh. Asisten Pemerintahan dan Kesra Arif Gani, Kabag Hukum Audia Safitri dan Kabag Prokopim Dedi Tri Widono. (ydi)