PADANG-Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Sumbar, dinilai sudah sangat mengkhawatirkan. Menindaklanjuti tentang hal itu, ratusan aktivis perempuan dari berbagai organisasi datangi DPRD Sumbar, Rabu (10/10). Mereka meminta DPRD melakukan aksi nyata untuk ikut mendesak disahkannya rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU-PKS). RUU ini sampai sekarang belum disahkan oleh DPR RI.
Ratusan aktivis perempuan yang datang diantanyara berasal dari organisasi Nurani Perempuan, Women Research Centre, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) serta sederet organisasi perempuan dan anak dari kabupaten/kota.
Perwakilan KPI Sumbar, Tantri Herida mengatakan berdasarkan data dari Polda Sumbar, jumlah kekerasan terhadap perempuan di Sumbar tergolong banyak. Pada Tahun 2016 jumlah kasus kekerasan fisik pada perempuan sebanyak 385 kasus, kekerasan seksual 69, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 274.
“Untuk seluruh Sumbar, Padang memiliki jumlah kasus terbanyak. Jumlahnya mencapai 151 kasus pada tahun 2016. Yakni 135 kekerasan fisik, 2 kekerasan psikis, 3 kekerasan seksual dan 11 kasus penelantaran,” ujar Tantri.
Dia memperkirakan jumlah itu sebenarnya lebih banyak lagi. Hal ini dikarenakan banyak kasus yang sebenarnya tak dilaporkan kekepolisian.
Selain itu, kata dia, jumlah untuk kekerasan pada anak juga terbilang banyak. Berdasarkan data, jumlah kekerasan terhadap anak di Sumbar pada Tahun 2017 ada sebanyak 558 kasus.Yakni diantaranya 165 kasus kekerasan fisik dan 393 kekerasan seksual. Data tersebut merupakan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak.
Tantri mengatakan, melihat sangat banyaknya kasus kekerasan pada perempuan ini, Sumbar harus serius menanggapi. Salah satunya segera mendesak pemerintah pusat untuk segera mengesahkan RUU P-KS.
“Jika RUU ini tidak segera disahkan, kita mengkhawatirkan jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak tak akan berkurang. Bahkan bisa jadi akan terus meningkat,” ujar Tantri.
Direktur Nurani Perempuan, Yefri Heriani mengatakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu penyebabnya adalah kecanggihan teknologi internet yang memungkinkan banyaknya film dan video yang memicu kekerasan beredar.
RUU ini, kata dia, juga harus disahkan karena melihat kenyataan selama ini penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih belum ideal. Bahkan, menurut dia, korban kekerasan, terutama perempuan, malah diperlakukan dengan tidak santun. Tak cenderung pula malah menjadi pihak yang dipersalahkan. Padahal mereka adalah korban.
Selain itu, tambah dia, ada harapan setelah RUU ini disahkan maka akan ada prosedur yang baik untuk menanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Salah satunya terkait biaya visum untuk korban.
“Biaya visum sangat mahal. Korban selama ini harus menanggung biaya itu sendiri. Bahkan banyak yang gagal untuk melakukan proses hukum karena tak ada biaya untuk visum,” tegasnya.
Tingginya jumlah kasus kekerasan pada perempuan dan anak di Sumbar, ujarnya, harus segera diatasi. Kedatangan para aktivis perempuan ke DPRD bertujuan untuk meminta dukungan nyata dari DPRD untuk mendesak pemerintah pusat untuk segera mengesahkan RUU P-KS.
“Kami berharap DPRD mengirimkan surat resmi ke pemerintah pusat terkait dukungan untuk segera mengesahkan RUU P-KS. Surat itu dulu pernah dikirimkan pada Tahun 2015 oleh DPRD. Kami harap bisa segera dikirimkan kembali agar RUU ini bisa segera disahkan pada Tahun 2018,” tegasnya.
Ratusan aktivis perempuan hari itu diterima oleh Ketua Komisi V DPRD Hidayat dan anggota Komisi I M. Nurnas. Hidayat mengatakan sangat mendukung agar RUU P-KS itu segera disahkan.
“DPRD akan mengirimkan surat itu ke pemerintah pusat. Kita berharap RUU P-KS segera disahkan oleh pemerintah pusat,” ujar Hidayat.
Dia mengatakan kekerasan terhadap anak dan perempuan harus dihentikan. Perempuan merupakan bagian dari masyarakat sehingga harus dilindungi. Begitu pula anak-anak yang merupakan generasi penerus.
Sementara itu, di tempat terpisah, Anggota DPRD Sumbar, Armiati mengatakan para anggota dewan perempuan di DPRD Sumbar akan serius mengusahakan agar RUU P-KS bisa segera disahkan. Bagaimana pun, kata dia, para perempuan memiliki wakil mereka di lembaga legislatif dan tugas itulah yang utama harus dilakukan.
“Kami juga akan mendorong OPD (organisasi perangkat daerah) terkait untuk mencari solusi bersama terkait penanganan kasus dan perlindungan pada korban,” ujarnya. (titi)