Sedangkan jurnal UNS (Universitas Sebelas Maret) seperti dikutip dari jurnal.uns.ac.id, mengungkapkan faktor yang jadi penyebab sulitnya penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia yaitu kualitas para penegak hukum. Hal ini menyebabkan rendahnya moralitas mengakibatkan profesionalisme kurang dan terjadi ketidakmauan pada penegak hukum.
Berikutnya dikutip dari ejournal.penerbitjurnal.com, menyebutkan beberapa faktor utama yang dapat diidentifikasi sebagai penyebab lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Faktor itu adalah korupsi, intervensi politik, kelemahan struktural lembaga penegak hukum, ketidaksetaraan dalam sistem peradilan, dan faktor budaya yang memengaruhi independensi penegak hukum.
Asa Penegakan Hukum
Meski penegakkan hukum di Indonesia memiliki tantangan berat dan beragam, setidaknya secercah harapan muncul dari Presiden ke-8 Republik Indonesia, Prabowo Subianto yang telah memerintahkan kepada aparat penegak hukum, untuk tidak ragu-ragu dalam melakukan pemberantasan korupsi.
Hal tersebut disampaikan Prabowo Subianto lewat Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Budi Gunawan dalam acara Hari Anti Korupsi Sedunia di Gedung Juang KPK, Senin (9/12/2024), seperti dikutip dari kompas.tv.
“Pada berbagai kesempatan, Bapak Presiden Prabowo Subianto juga memerintahkan kepada seluruh penegak hukum untuk tidak boleh ragu-ragu dan harus tegas di dalam memberantas tindak pidana korupsi, judi online, narkoba, dan penyelundupan,” tuturnya.
Menurutnya, ekonomi Indonesia bisa tumbuh pesat jika aparat penegak hukum benar-benar memberantas korupsi.
“Jika korupsi dapat diberantas, maka ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih pesat. Karena anggaran dan investasi akan lebih efektif dalam menciptakan iklim bisnis yang semakin sehat dan meningkatkan kepercayaan masyarakat serta para investor,” ujar Budi Gunawan.
Terpisah, Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam pidato yang disampaikan oleh Wakil Jaksa Agung, Feri Wibisono mengatakan, korupsi adalah ancaman serius bagi stabilitas sosial, politik, dan ekonomi negara.
Mengutip laporan Transparency International, stagnasi skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada angka 34, dan penurunan peringkat dari 110 menjadi 115. Fakta ini mengingatkan bahwa perjuangan melawan korupsi harus lebih intensif.
“Kejaksaan berkomitmen untuk terus memperbaiki tata kelola penanganan kasus korupsi dengan pendekatan yang profesional, berintegritas, dan progresif. Selain penindakan represif, upaya perbaikan sistem, koordinasi, dan sinergi dengan lembaga lain juga menjadi fokus utama,” ujar Feri, membacakan pidato Jaksa Agung.