JIKA bertanding bicara, kita sudah lelah. Pandai semua. Jika diskusi demikian juga. Yang belum, anak-anak kita riuh sepulang kerja, baik di pabrik, di kantor dari lapangan terbang atau dari mana saja.
Bisa digaji orang, bisa usaha sendiri dan menggaji orang. Habis harinya karena kerja, bukan habis hari karena ota lamak. Ke depan persaingan semakin ketat cari kerja susah. Anak-anak kreatif harus diberi ruang, tidak dalam pidato, namun dalam kenyataan. Untuk itu, segera dikaji bidang usaha apa yang patut dan tenaga terdidik harus mengalir masuk folder kerja sesuai keahlian masing-masing.
Jika tidak, kata Jenderal Fakhrizal, pengangguran akan tinggi, ujung-ujungnya angka krimnal meningkat. Ia menerima banyak masukan, remaja kita, bingung selepas tamat kuliah. Mau kemana. Di sini adanya hanya Semen Padang. Jika sepanjang tahun yang diinginkan hanya menjadi karyawan maka masa depan akan susah.
Dunia kerja yang kompetitif mesti diakali dengan cara yang cerdik. Ini, kata Jenderal tak bisa dibeberkan sekarang, sebab ide itu mahal. “Nanti kalau jadi,” kata dia.
Keluhan umum sekarang memang soal kerja. Kerja yang sesuai selera dan bisa membawa nafkah pulang ke rumah. Sekarang hidup tanpa kerja, adalah membuat jenjang turun ke lobang kemiskinan. Yang mesti dibuat jenjang naik. “Itulah kerja,” katanya
Sementara bagi yang masih sekolah, Jenderal minta sejak awal harus bisa memetakan lapangan kerja apa yang akan dibuat atau dimasuki. Keker dari sekarang dan fokus. Hanya orang-orang yang fokus yang akan sukses. Tentu saja, hal utama adalah berdoa pada Tuhan dan santun pada orangtua.
“Tanpa restu orangtua, segala akan sia-sia, mulai sekarang jangan tiap sebentar merengek sama orangtua,” kata dia.
Agar tak merengek, sesama kawan berlima atau bersepuluh, diskusi, coba-coba usaha kecil-kecilan dulu, mungkin membuat desain kreatif atau membuka usaha baru. Sekali dua diskusi, tiga kali,maka untuk selanjutnya akan matang.
Banyak orang yang kerja berusaha sambil sekolah. Tak jelek, apalagi haram. Malah sangat terpuji. (*)