PADANG-Perayaan besar seni bela diri tradisional Minangkabau “Silek Art Festival” (SAF) resmi dibuka Jumat (7/9) malam di Taman Budaya Sumbar. Bukan saja menghadirkan pertunjukan dan perlombaan silek, iven atas dukungan Platform Indonesiana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI ini juga akan mengupas dan membahas silek sebagai budaya Minangkabau yang nasibnya saat ini kurang diperhatikan sebagai akar seni budaya.
Setidaknya dalam iven yang pertama kali diadakan di Sumbar ini selain pertunjukan silek juga akan diadakan pertunjukan teater, seminar sastra lisan, pameran seni rupa hingga penerbitan karya sastra berbahasa Minang.
Ada delapan kabupaten/kota di Sumbar yang ikut berpartisipasi sebagai tempat penyelenggaran SAF tahun ini, yaitu, Padang, bukittinggi, Payakumbuh, Kabupaten Padang Pariaman, Solok, Sawahlunto, Tanah Datar dan Padang Panjang.
Acara pembukaan dimulai dengan Ritual Mambukak Galangan. Sebuah ritual yang merupakan konsep tentang pembukaan gelanggang yang bukan hanya tentang lingkungan alam yang kasat mata, namun juga untuk sebuah ‘perizinan’ pada lingkungan alam yang tak kasat mata. Ritual ini juga ditandai dengan menyembelih ayam dan atraksi silek harimau, tari piriang alang babega dan atraksi silek dari berbagai daerah di Sumbar.
Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Hilmar Farid yang hadir pada pembukaan SAF menyampaikan apresiasi atas digelarnya festival ini, yang merupakan yang terlama dibanding 14 festival lain di provinsi yang terpilih.
“Di Asean Games kemarin, silat sudah masuk ke dalam cabang olahraga yang dilombakan. Saya berharap silat ini bukan saja di Asean Games, tapi juga bisa masuk Olimpiade nanti,” katanya.
Menurut Dirjen, karakter yang teguh pada generasi muda bisa digali dari seni tradisi silek. Di SAF ini kita juga ingin mengembangkan, bukan hanya tentang olahraga tapi juga seninya.
“Kita juga sudah mendaftarkan silek Sumbar menjadi nominasi warisan dunia,” katanya.
Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno yang hadir pada kesempatan itu mengatakan Sumbar sangat mengapresiasi digelarnya SAF ini untuk tiga tahun berturut-turut dengan sokongan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
“Kami berharap tahun-tahun mendatang SAF ini bisa menjadi iven rutin tahunan di Sumbar, dan mampu menjadi momen untuk meningkatkan pariwisata serta pelestarian kebudayaan,” katanya.
Gubernur juga menilai silek merupakan harta warisan yang berharga di Ranah Minang. Warisan ini harus terus dilestarikan, hingga tahun-tahun mendatang kepada anak-cucu.
Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Gemala Ranti mengatakan SAF ini diadakan di berbagai jenis lokasi, seperti di sasaran (perguruan), gelanggang tradisional, hingga gedung pertunjukan modern. Atraksi utamanya adalah Silek tradisional yang menampilkan berbagai gaya khas Minangkabau, tempat di mana terdapat aliran Silek yang langka dan bahkan hampir punah.
“Silek Arts Festival 2018 berangkat dari penggalian atas Silek sebagai suatu fenomena khas etnik Minangkabau. Kegiatan ini dimeriahkan oleh penampilan parade seni serta pertunjukan teater, tari, dan musik kontemporer. Festival ini akan disandingkan dengan seni pertunjukan dari daerah atau negara lain yang memiliki semangat sama, yakni eksplorasi atas tradisi seni bela diri (martial arts),” jelas Gemala.
Dia juga mengatakan, adanya SAF ini juga terselenggara atas bantuan Indonesiana, selaku adalah platform pendukung kegiatan seni budaya di Indonesia.
Sementara itu, Sementara itu, Direktur SAF, Indra Yuda mengatakan bahwa festival ini juga melibatkan beberapa perguruan tinggi di Sumbar, yaitu Unand, UNP dan ISI Padang Panjang.
“Selain itu juga ada komunitas-komunitas yang dilibatkan pada festival ini,” ujarnya.
Pada acara pembukaan juga menghadirkan pertunjukan tari bertajuk ‘Marentak Ranah Minangkabau’ garapan Ery Mefri dari Nan Jombang Dance Company.
Dalam pertunjukan ini, Ery selaku koreografer mengatakan kalau pesan yang ingin disampaikan ‘Marentak Ranah Minangkabau’ ini tentang sebuah ketegasan bahwa Ranah Minang tidak boleh diganggu, baik dari tradisi, seni dan budayanya. (wahyu)