Ribuan warganet menandatangani petisi untuk desak Mochamad Iriawan alias Iwan Bule mundur sebagai Ketua Umum PSSI. Mochamad Iriawan dianggap bertanggung jawab atas kematian ratusan orang dalam Tragedi Kanjuruhan.
Perhimpunan Jurnalis Rakyat (PIJAR) memprakarsai petisi tersebut sebagai bentuk hormat kepada para korban Tragedi Kanjuruhan sekaligus untuk mengevaluasi sepakbola Tanah Air secara keseluruhan.
“Kita meminta Ketua Umum dan semua pengurus Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk mundur dari jabatannya, sebagai bentuk hormat dan respect terhadap korban tragedi kerusuhan Stadion Kanjuruhan, Malang dan untuk pembenahan sepakbola secara keseluruhan,” bunyi petisi tersebut di laman change.org.
Pengunggah petisi juga meminta agar investigasi insiden tersebut diserahkan kepada Kemenpora atau KONI selaku organ pemerintah dan penegak hukum dan FIFA untuk membuat investigasi atau langkah yang diperlukan. Hingga Kamis (6/10/2022) pagi, sudah lebih 10 ribu warganet yang menandatangani petisi tersebut.
Namun, Iwan Bule saat dimintai tanggapan, melempar tanggung jawab ke pihak Panpel. Menurutnya, Tragedi Kanjuruhan tidak ada sangkut pautnya dengan PSSI dan dirinya karena setiap pertandingan memiliki penanggung jawab masing-masing, yaitu Panpel.
“Kalau mereka (netizen) komentar ini (memintanya mundur dari PSSI) mungkin tidak tahu regulasi, tolong baca di aturan itu. Bagaimana mau mengaitkan dengan saya? Kan setiap pertandingan di suatu tempat panpel yang harus bertanggung jawab,” ujar Iriawan kepada media, dikutip dari okezone.com.
Diketahui, terdapat 131 orang meninggal dunia dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu 1 Oktober 2022. Tragedi itu terjadi setelah Arema FC kalah 2-3 dari Persebaya Surabaya dalam laga lanjutan Liga 1 2022-2023. Sebagian besar korbannya adalah Aremania yang berdesak-desakan mencari jalan keluar setelah polisi merespons kerusuhan di lapangan dengan menembakkan gas air mata ke tribun.
Para korban jiwa mayoritas kehilangan nyawa setelah mengalami sesak napas dan juga terinjak-injak karena kepanikan yang terjadi akibat lemparan gas air mata dari petugas keamanan ke tribun penonton. Mereka berdesak-desakan menuju pintu keluar yang terbatas karena sejumlah pintu juga dikunci oleh panitia pelaksana.
Operator Liga 1 yakni, PT Liga Indonesia Baru (LIB) dan PSSI, yang menaungi kompetisi tersebut, dianggap publik sebagai pihak yang wajib bertanggung jawab atas insiden mengerikan itu. Mereka dinilai lalai dalam menerapkan prosedur keamanan yang sesuai dengan standar FIFA, terutama soal penggunaan gas air mata.
Terhadap kejadian itu, Komisi Disiplin PSSI sudah mengeluarkan sanksi tegas bagi Arema FC, ketua Panitia Pelaksana dan Officer. Arema FC dilarang bermain di kandang sendiri (jadi tuan rumah) dan didenda Rp250 juta. Sementara, ketua panpal dan officer dilarang beraktifitas di lingkungan sepakbola seumur hidup. (rn/*)