Oleh : Melda Riani
Peluncuran sebuah program atau kampanye baru pada suatu perusahaan/organisasi adalah momen krusial bagi seorang praktisi hubungan masyarakat (humas) atau Public Relations (PR). Berhasil atau tidaknya program atau kampanye baru tersebut mencerminkan kinerja humas dan kontribusinya bagi perusahaan. Bukan tidak mungkin, hal itu akan memengaruhi nilai atau masa depan praktisi humas tersebut di perusahaan. Keberhasilan atau gagalnya kerja humas dalam hal itu menggambarkan sejauh mana perencanaan humas, strategi komunikasi, manajemen media, hubungan dengan stakeholder dan promosi yang dilakukan humas untuk mencapai tujuan perusahaan.
Lebih dari itu, sebelum perusahaan memutuskan untuk meluncurkan sebuah kampanye atau program baru, seorang praktisi PR atau humas harus membuat perencanaan berbasis riset dan analisa masalah secara menyeluruh. Dengan demikian, seorang humas tidak hanya sekadar melakukan strategi komunikasi dan promosi, tapi yang lebih penting adalah menyusun perencanaan strategis dengan menganalisa dan memahami masalah secara menyeluruh.
Anne Gregory dalam bukunya ‘Planning and Managing Public Relations Campaigns; A Strategic Approach’ mengatakan, bagi seorang PR, perencanaan bukan hanya tentang sumber daya, tapi harus ada kasus berbasis bukti yang menjelaskan mengapa isu-isu tertentu harus ditangani dan apa yang harus dilakukan jika reputasi organisasi ingin dilindungi, dipelihara atau ditingkatkan. Analisis dan penelitian atau riset untuk mengidentifikasi isu-isu merupakan langkah pertama dalam proses perencanaan humas. Tanpa mengetahui isu-isu penting, maka suatu program PR tidak akan menjadi program efektif dan kredibel yang pada akhirnya tidak akan menunjang tercapainya tujuan organisasi atau institusi.
Tugas pertama humas dalam perencanaan adalah menyusun semua fakta melalui riset. Fakta yang menjadi fokus riset adalah permasalahan atau kebutuhan dari publiknya. Dengan riset, humas dapat melakukan identifikasi terkait fakta berupa permasalahan atau kebutuhan publiknya. Tanpa riset, humas dikhawatirkan tidak dapat mengidentifikasi secara objektif permasalahan atau kebutuhan publik.
Namun pertanyaannya, sudah seberapa banyak perusahaan atau organisasi, terutama bidang humas yang menggunakan riset serta analisa dan pemahaman masalah secara menyeluruh sebelum menyusun perencanaan? Tidak sedikit praktisi PR atau pimpinan perusahaan yang menganggap bahwa riset tidak diperlukan. Cutlip, Center & Broom (2007) mengatakan bahwa berdasarkan survei, praktisi PR seringkali berpendapat bahwa mereka tidak melakukan riset karena kekurangan dana dan waktu. Selain itu, sedikitnya riset oleh PR disebabkan karena kombinasi dua hal, yaitu kurangnya pemahaman tentang bagaimana cara melakukan dan menggunakan riset serta banyaknya pimpinan dan klien yang menganggap jika riset tidak dibutuhkan. PR lebih suka menggunakan instuisi dan pengalaman mereka. Hal tersebut membuktikan jika masih banyak praktik PR yang tidak menempatkan riset pada urutan teratas pada tahapan pelaksanaan program public relations. Padahal, melalui riset, PR dapat mengetahui permasalahan atau kebutuhan publik yang menjadi landasan penentuan programnya.
Penelitian lainnya yang mendukung dilakukan oleh Utami (2018) di instansi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Saputra (2018) di instansi swasta yang menunjukkan bahwa praktisi PR tidak maksimal dalam menjalankan peran manajerial, terutama pada tahapan fact finding atau riset. Hal tersebut berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan program PR (Wardasari, 2018).
Terkait riset dan analisis masalah ini, Gregory menyatakan bahwa untuk suatu kampanye atau program PR yang baru, sangat penting dilakukan analisis situasi dan penelitian formatif yang merupakan langkah awal dalam suatu proses perencanaan strategis. Penelitian formatif terbagi menjadi empat, yaitu menganalisis lingkungan, organisasi, pemangku kepentingan dan publik serta mengidentifikasi dan mengklarifikasi isu-isu spesifik baik positif maupun negatif yang perlu ditangani. Dalam menganalisis lingkungan tersebut, ada teknik umum yang digunakan praktisi PR, yaitu PEST analisis dan manajemen isu. PEST analisis adalah menganalisis empat kategori yang dapat memengaruhi organisasi, yakni politik, ekonomi, sosial dan teknologi. Sedangkan manajemen isu bekerja dalam dua cara, yaitu mengidentifikasi masalah-masalah di mana organisasi tidak dapat memiliki kontrol atau di mana opini publik pasti akan bergerak ke arah tertentu serta mendeteksi isu-isu yang muncul.
Dapat disimpulkan bahwa program humas bisa efektif jika didahului dengan perencanaan yang matang dan komprehensif. Salah satu elemen krusial dalam proses perencanaan humas adalah melakukan analisis masalah secara mendalam. Analisis masalah penting karena tanpa memahami akar permasalahan yang dihadapi, maka upaya komunikasi dan program humas hanya akan mengatasi apa yang nampak di permukaan. Padahal, setiap masalah memiliki latar belakang, penyebab, dan konteks yang unik. Analisis mendalam diperlukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penting yang berkontribusi terhadap timbulnya masalah tersebut.
Proses analisis masalah dimulai dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber, baik internal maupun eksternal. Dengan memetakan situasi secara holistik, humas dapat memperoleh gambaran lebih luas dan mendalam tentang tantangan yang dihadapi perusahaan. Hasil analisis masalah yang komprehensif akan menjadi landasan bagi humas untuk merumuskan tujuan dan sasaran komunikasi yang spesifik, terukur, dan relevan. Analisis masalah yang komprehensif juga membantu humas dalam mengantisipasi tantangan atau hambatan potensial yang mungkin muncul selama pelaksanaan program. Dengan mengidentifikasi risiko sejak awal, humas dapat menyiapkan strategi mitigasi yang tepat. (Penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Andalas Padang)
Referensi: