“Lah masak randang Tek?”
“Masih di ateh tungku,” jawab yang ditanya. Yang bertanya sedang lewati di depan rumahnya.
“Dek kau lah masak?”
“Alun lai, sudah magrib masak beko.”
Ada pula yang begini:
“Tambah kunyik stek Nak, kurang tu,” terdengar suara seorang nenek yang lewat.
“A tambah lai Nek?”
“Alah tu, api jan gadang bana, agiah pucuak surian saketek.”
Randang adalah tarian ibumu di dapur, adalah juga keindahan. Usianya sudah teramat panjang. Dibawa orang ke Mekkah pada abad-abad lampau, dibawa orang ke Eropa ketika raun-raun ke sana di zaman sekarang. Dibuatkan untuk bekal anak yang sedang sekolah atau kuliah. Di kota-kota Sumatera Barat, banyak rumah makan yang diburu hanya karena masakan randangnya. Pukul 12.00 sudah habis. Ada bisnis randang dalam kemasan. Laris.
Ada rumah makan padang di seluruh Indonesia dan di luar negeri. Dua tahun lalu ada RM Padang Babiambo. Yang diprotes habis itu. Diprotes karena ada “masakan padang”nya dan ada siluet rumah gadang di mereknya. Kasus ini sudah dibahas banyak orang, kalau saya bahas juga nanti libak. Intinya, randang itu kuliner tradisional Minangkabau. Yang lain boleh meniru untuk keperluan sendiri atau untuk berdagang, sama ketika urang awak manggaleh bakso, misi, nasi uduk, juga boleh. Yang mohon tidak dilakukan, membuka rumah makan padang menunya randang babi. No. Tidak.
Rumah Gadang