PADANG – Perebutan kursi calon legislatif (Caleg) pada pemilu 2019 baik untuk Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tingkat Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota membuat beberapa istri kepala daerah dan wakil kepala daerah di Sumatera Barat ikut maju.
Di Sumatera Barat beberapa nama istri kepala daerah dan wakil kepala daerah yang maju menjadi caleg dari Daftar Calon Tetap (DCT) KPU Sumbar yakni, istri Gubernur Sumbar, Nevi Zuraina maju dari PKS Dapil II untuk DPR RI, istri Bupati Pesisir Selatan, Lizda Hendra Joni maju dari Nasdem Dapil I untuk DPR-RI, istri Bupati Solok Selatan, Suriati Muzni Zakaria maju dari Nasdem Dapil I untuk DPR-RI, istri Walikota Padang Harneli Bahar maju dari PKS Dapil 1 untuk DPRD Provinsi, istri Bupati Tanah Datar, Emi Irdinansyah maju dari Nasdem Dapil 6 untuk Provinsi, istri Wakil Walikota Solok, Elfia Safitri (Elfia Reinier) maju dari PKPI Dapil Kota Solok 1, istri Wakil Bupati Agam, Candra Gumilarti maju dari PKS Dapil 3 Agam-Bukittinggi untuk DPRD Provinsi, istri Bupati Pasaman Barat, Yunisra Syahiran dari Gerindra untuk DPRD Provinsi Sumbar 4 dan istri Wakil Bupati Pasaman Barat, Sifrowati dari Demokrat Dapil Pasaman Barat 1 untuk DPRD Kabupaten.
Pemerhati Politik Unand, Ilham Aldelano Azre, Kamis (14/3) mengatakan ,adanya kecendrungan calon anggota legislatif dari keluarga elit politik, baik itu dari keluarga kepala daerah, elite parpol d itingkat pusat maupun di daerah sebagai bentuk dari kegagapan dalam berdemokrasi karena akan munculnya fenomena politik dinasti dalam Pemilu.
Lebih lanjut Ilham Azre juga menambahkan, politik dinasti merupakan fenomena nasional yang merembetnya ke daerah dalam kontek lokal di Sumbar.
“Dalam aspek tertentu, ini sebuah strategi untuk mendulang suara pemilu maksimal dari masyarakat walaupun tidak ada perangkat hukum yang melarang pencalonan legislatif dari elite parpol atau kepala daerah,” ujar Azre.
Rudi salah seorang masyarakat di Padang mengatakan, karena ikatan perkawinan walaupun berbeda partai dengan suami, namun secara otomatis akan mendompleng ketenaran nama suami (red kepala daerah) untuk mendulang suara.
” Yang perlu dihindari, Istri kepala daerah tersebut adalah ketua PKK dari beberapa daerah tersebut yang nantinya akan memanfaatkan fasilitas negara selaku ketua PKK,” ujar Rudi. (rom/lek)