Dalam pesannya dia berbagi cerita. Sejak wabah Covid-19 melanda, dia selalu melakukan test sendiri terhadap hazmat yang dipakai dengan menyemprotkan dengan air tembus atau tidak hazmat. Kalau tembus dia minta tukar hazmat tersebut. Masker yang dia pakai saat menangani pasien minimal N95 8210 atau full face respirator tri M. Kemudian ditutupnya lagi dengan masker surgical sehingga tidak memaparkan Covid 19 ke tim yang terlibat menangani pasien lainnya.
Kemudian dr. Farhan menggunakan both dengan cover shoes yang memadai, handscoon double pendek dan panjang. Saat menggunakan APD, mulai dari memasang dan membukanya kembali diterapkannya sesuai protap yang berlaku. Tujuannya jelas, agar dia tidak terpapar virus tersebut. Sala-salah dalam memakai dan membuka APD, fatal akibatnya.
“Selama wabah dan saat dinas sudah hampir 5.000 orang melakukan swab dan hampir melakukan irigasi nasofaring 500 pasien yang tindakan mengeluarkan aerosol. Semuanya saya lakukan di bilik swab dan kotak aerosol yang sesuai standar. Saya tidak mau mati konyol karena tidak menggunakan APD lengkap dan memenuhi standar berlaku,” ujarnya.
Sejak awal Covid 19 melanda Sumbar dokter dengan pangkat kolonel tersebut turun langsung untuk ikut “perang” melawan Covid 19. Dalam sehari dia sanggup melakukan pengambilan swab pasien sebanyak 100 orang. Pasien itu hasil tracing DKK dan jajarannya. Setelah hasil swab diambil lalu dikirim ke lab infeksi FK Unand.
“Untuk pasien positif Covid-19 dengan gejala klinis kami rawat dengan sebaik-baiknya. Malahan untuk kasus Covid 19 persisten saya langsung irigasi nasofaring karena biasanya tidak negatif karena ada Covid 19 yang terperangkap di nasofaring. Kemudian pasien diberikan betadine kumur 2 juga sehingga hasil lebih cepat negatif. Saat jadwal saya visite ke ruang inap Covid 19 saya lakukan buka pasang APD level 3 sesuai SOP. Setelah itu langsung mandi 2x baru pulang ke tempat yg disiapkan untuk nakes. Saya takut pulang ke rumah karena bisa menularkan ke keluarga nantinya,” sebutnya.
Untuk menghadapi Covid-19 ini dengan 3 T dan 3M ,3 T (teaching, testing, terapi). Kemudian 3 M (selalu pakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan ) dan tingkatkan imunitas tubuh.
Ketika dirawat, Farhan sempat ditangani dan ditemani kembarannya yang juga dokter yakni dr. Firman SpOG. Kembarannya itu anggota dewan pengawasan RSUP M. Djamil Padang. Tak hanya ditangani kakak yang lahir lebih dulu darinya sesaat, Farhan juga ditangani adik bungsunya dr. Yulinda dan kawan-kawannya di ruang ICU M. Djamil.
Farhan senang tapi hatinya risau karena dirinya terjangkit virus tersebut. Dia takut kalau-kalau kembarannya itu turut tertular virus menular itu. Dia mewanti-wanti kepada kakak dan adiknya, jika tak menggunakan APD level tiga tidak usah masuk ke ruangan ICU tempat dia dirawat.
Dalam risaunya dan saat alat pernapasan terpasang di hidung, Farhan masih saja menyuarakan agar masyarakat harus terus melawan virus Covid-19. Dia meminta doa dari masyarakat untuk kesembuhannya. Pria dengan suara lantang itu juga meminta masyarakat untuk tetap menerapkan protokol kesehatan. Agar angka positif Covid-19 bisa ditekan dan tidak ada lagi dokter yang meninggal dunia karena Covid-19.
“Mumpung belum ada dokter kita di Sumbar yang wafat. Mari kita lawan COvid-19 ini. Salam tangguh katanya,” lewat tayangan video yang beredar di media sosial. Dia mengungkapkan, alangkah tidak enaknya jadi pasien apa lagi dirawat di ruangan ICU. Dia harus mendapat suntikan di pusar enam kali, mengkonsumsi obat-obatan dan menggunakan alat pernapasan. Sebab dadanya terasa sesak.
Pada kesempatan itu dia mengucapkan terima kasih kepada Dirut RSUP M. Djamil Padang, dr. Yusirwan Yusuf, dr. Ivan Merdason dan sahabat lainnya yang telah membantunya dalam melawan virus Covid-19. (***)