PADANG – Sempurnakan rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang Tanah Ulayat, Komisi I DPRD Sumbar menghimpun masukan dari banyak pihak.
Sebagai upaya menghimpun masukan-masukan strategis untuk menyempurnakan regulasi yang disusun, pada Rabu (22/2) Komisi I DPRD Sumbar menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Majelis Ulama Indonesia MUI dan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar.
Dalam RDP ini terungkap, penekanan Ranperda Tanah Ulayat lebih fokus untuk menyelamatkan lahan ulayat nagari yang tinggal 8,4 persen di 19 kabupaten/kota.
“Tanah Ulayat Nagari di Sumbar hanya tinggal 8,4 persen. Dari dasar itu, Komisi I DPRD Sumbar menginisiasi ranperda ini untuk mengamankan ulayat yang ada,” kata ketua tim pembahas Desrio Putra, saat RDP yang berlangsung di ruang khusus I DPRD Sumbar tersebut.
Dia menyebutkan, Ranperda Tanah Ulayat lebih memprioritaskan ulayat wilayah nagari, tidak menyangkut ulayat kaum atau suku. Hal itu karena penerapan hak atas tanah ulayat kaum atau suku berbeda-beda sesuai dengan adat daerah masing-masing
Ia menambahkan, Komisi I DPRD Sumbar menginginkan HGU mesti diukur kembali, di sisi lain Ranperda Tanah Ulayat juga bertujuan untuk memperjelas perjanjian inti plasma dengan memenuhi hak masyarakat adat, namun terkait kerja sama itu keputusannya bermacam-macam, sesuai dengan kesepakatan yang dibuat masyarakat adat dengan pihak ketiga. terkait isi kesepakatan pemerintah provinsi tidak bisa masuk dalam ranah itu.
Disebut Desrio, dalam pembahasan Ranperda tanah ulayat komisi I DPRD Sumbar tidak terburu- buru, karena masih banyak masuk-masukan yang dihimpun.
“Dalam pembahasan Ranperda ini Komisi I menghimpun masukan dari banyak pihak, karena yang namanya Perda Tanah Ulayat tidak bisa asal dibuat saja. Perda ini sangat krusial menyangkut masyarakat kita di Sumbar,” tukasnya.
Sementara itu Ketua MUI Sumbar Buya Gusrizal Gazahar mengatakan, pembahasan yang tidak terburu-buru untuk melahirkan Ranperda Tanah Ulayat harus menjadi komitmen bersama. Sebab, persoalan tanah ulayat merupakan hal yang menyangkut hajat orang banyak. Jika berbicara Minangkabau, ketika tanah ulayat habis maka tidak ada lagi Minangkabau.
Dia mengatakan, MUI secara kelembagaan akan mempelajari Ranperda ini dan akan memberikan gagasan nantinya, sehingga bisa menjadi pertimbangan dari Komisi I DPRD Sumbar.
Wakil Ketua Umum LKAAM Provinsi Sumbar, Syafrizal Ucok Datuak Nan Batuah menyampaikan, mengapresiasi disusunnya Ranperda tentang Tanah Ulayat.
Dengan adanya Ranperda diharapkan nanti, tanah ulayat nagari yang dikelola pihak lain, dan kemudian telah habis HGU nya, bisa kembali menjadi tanah ulayat nagari.
Tim ahli Ranperda Tanah Ulayat Kurnia Warman mengatakan, penelitian yang dilakukan pemerintah pusat khusus terkait dengan tanah ulayat menemukan, setiap tahun lahan adat ini menghilang ditelan masa. Salah satu penyebab hilangnya adalah dikerjasamakan dengan pihak ketiga.
Penyebab lainnya adalah, karena tidak adanya dasar administrasi dari pengakuan tanah ulayat yang diatur oleh pemerintah, selama ini klaim atas tanah ulayat hanya sebatas deklaratif tidak administrasi, sehingga sulit untuk dikembalikan.(W)