YOGYAKARTA – Prof Indra Bastian dari Pusat Studi Kebudayaan UGM ketika memberikan materi pada pelatihan mediator tentang Administrasi Publik, Rabu (2/11) mengatakan trias politica Indonesia beda dengan negara lain.
“Kalau di luar negeri masyarakatnya suka ribut di awal terutama saat perencanaan sebuah kebijakan, kalau di Indonesia ribut di akhir ketika sudah direalisasikan sebuah program,” ujar Indra Bastian.
Mestinya trias political murni itu dilakukan, maka kekuasan pengadilan bisa menguji setiap perencanaan atas kebijakan publik.
“Untuk sengketa kebijakan publik kalau hakim pengadilan negeri bisa nimbrung mengujiny maka pemerintah dan DPRD tidak bisa sembrono lagi menerbitkan kebijakan untuk rakyat. Seorang hakim bisa mengatakan bahwa kebijakan itu tidak tepat atau tepat, publik atau masyarakat bisa menyanggah ke hakim bahwa kebijakan pemerintah itu tidak pro publik,” ujar Indra Bastian.
Menempatkan tangan yudikatif untuk mengawasi kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan sengketa administrasi atau kebijkan publik tadi sudah mendesak dilakukan di Indonesia.
“Tentu hakim memangani harus hakim pilihan yang kuat dalm membaca kebijakan publik sebagai produk eksekutif dan legislatif,” ujar Indra.
Adrian Tuswandi peserta pelatihan mediator di MM UGM mengatakan di Indonesia ini semua bisa jadi sengeketa.
“Harfiah dari sengketa yaitu perbedaan yang tak ada titik temunya. Sehingga butuh mediator handal untunk mencarikan solusi titik temu atas perbedaan yang memicu sengketa tersebut,” ujar Adrian.
Menurut Adrian yang juga Wakil Ketua Komisi Informasi Sumbar ini, UU 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik semua penyelenggaraan atas nama publik adalah terbuka.
“Semuanya terbuka dan mudah akses, sejak perencanaan, pelaksanaan bahkan sampai ke evaluasi, publik berhak tahu jika tidak maka masyarakat bisa mensengketakan informasi publlik ke Komisi Informasi,” ujar Adrian. (rls)