Hukum  

SEPUCUK SURAT DARI NARAPIDANA; Kalapas Bantah Ada Peredaran Narkoba

Kalapas Muaro Padang, Arimin (kiri) memberikan penjelasan kemarin (arief pratama)

PADANG – Sepucuk surat yang panjang masuk ke redaksi. Isinya tentang kusut masai Lapas Klas IIA Muaro Padang. Narkoba jadi pamenan, preman jadi pengusaha.

Keterangan resmi menyebutkan, itu cerita yang berkembang setahun lalu yang coba diapungkan lagi. Sekarang kondisinya sudah tak demikian. Pengawasan ketat, seketat lengan baju para sipir. Tegas, setegas sikap sempurna ketika “siap komandan”.

Berikut inti surat tersebut dan penjelasan resmi Kalapas.

“Blok Santri di Lapas Muaro sarang narkoba. Bebas makai narkoba, karena banyak dihuni napi bandar narkoba. Dibuat Blok Santri seolah-olah pembinaan agama. Masuk ke sana harus bayar dan ada iuran rutin lewat ketua blok (napi) berinisial FA,” ujar sumber itu, Kamis (26/11).

Hal ini tentu ironi. Pasalnya lembaga itu sebagai tempat pembinaan mereka yang terbukti melakukan kesalahan, dan diharapkan setelah keluar dari sana berubah, setidaknya tidak mengulangi perbuatan yang bertentangan dengan aturan yang ada.

Peredaran narkoba dan pungutan liar di Lapas juga nyaring terdengar selama ini. Toh tak sedikit juga yang terungkap hingga berujung ke pengadilan. Bahkan ada narapidana yang mendalangi penyelundupan narkoba meski dia hidup di balik jeruji besi.

Oleh FA katanya, uang tersebut disetorkan ke pegawai Lapas berinisial Rd dan Bg. “Kalau tidak setor dipindah kamar bahkan pindah Lapas. FA juga napi kasus narkoba dan bebas keluar Lapas bahkan sering makan di luar bersama pegawai lapas,” lanjutnya dengan memperlihatkan foto FA makan bersama sejumlah pegawai di luar Lapas.
Disebutkan juga, ada napi kasus narkoba asal Aceh juga sering keluar Lapas bersama FA. “Yang punya duit sering pulang asal setor ke Rd, Bg dan Fl,” lanjutnya.

Soal uang di lembaga pembinaan narapidana itu rupanya tidak itu saja. “Kalau ketahuan nyabu di sel habis diperas Rp15 hingga Rp30 juta. Kalau tidak bayar dilaporkan ke polisi, kalau bayar aman,” ungkap sumber itu lagi.

Begitu juga dengan program asimilasi, bebas bersyarat, bahkan kalau mau bebas sekali pun. “Kalau masa hukuman habis harus bayar Rp200 ribu hingga Rp400 ribu. Kalau tidak pengurusan diperlambat,” katanya.

Bahkan para napi juga pernah dimintakan iuran untuk rehab rumah kepala lapas, acara ulang tahun Kakanwil dan pembangunan pondok dan lainnya.

Menurutnya, sebagian besar warga binaan mengeluhkan hal tersebut. Sudahlah hidup susah, dikerangkeng, diminta uang pula tiap sebentar. Sangsailah badan jadinya.

Kepala Lapas Muaro Padang, Arimin yang ditemui di kantor kemarin membantah berbagai penyimpangan tersebut.