Dalam sidang lanjutan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga orang saksi, yakni dua orang terpidana dalam kasus yang sama, Salmadanis dan Eli Satria Pilo. Kemudian satu orang lagi, Nofrialdi yang merupakan kakak kandung dari terdakwa Adrian.
“Dalam pengadaan tanah itu saya menjabat sebagai ketua panitia pengadaan tanah, itu hanya menggantikan panitia sebelumnya,” kata Salmadanis.
Dijelaskannya, sebagai ketua panitia ia melakukan pembebasan tanah atas 33 pemilik tanah. Dari jumlah itu, hanya 12 orang yang sudah memiliki sertifikat atas tanahnya, sisanya belum memiliki sertifikat.
“Jadi atas dasar kesepakatan bersama rektor, saya meminta Eli Satria Pilo selaku notaris untuk membuatkan Akta pengalihan hak dan juga pengurusan alashak atas tanah yang belum memiliki sertifikat,” kata Salmadanis.
Diakuinya, terdakwa Yeni Syofyan tidak termasuk sebagai penerima ganti rugi. Namun, ia mendapatkan laporan dari tim lapangan bahwa tanah milik Yeni Syofyan satu hamparan dengan tanah yang akan dibebaskan.
“Dalam penilaian apresal memang tidak ada namanya, namun ia memiliki tanah satu hamparan dengan lokasi akan dibangun kampus,” ujarnya.
Namun, pada tahun 2012 ia selaku panitia meminta BPN untuk melakukan pengukuran ulang terhadap beberapa bidang tanah, dari hasil pengukuran ulang itu terdapat beberapa perbedaan hasilnya dari pembayaran yang dilakukan pada akhir 2010.
“Untuk tanah Adrian awalnya sekitar empat belas hektar, saat itu berkurang sekitar dua hektar. Tanah Yeni Syofyan ternyata juga ada dempet dengan tanah orang lain. Dan terakhir tanah Syaflinda yang dalam peta ukur ada dua bidang, ternyata juga ada dempet dengan tanah orang lain,” katanya.
Senda dengan itu, terpidana Eli Satria Pilo mengatakan tanah Yeni Syofyan awalnya dibebaskan 32 ribu meter persegi. Namun, dempet dengan tanah orang lain, jadi sisanya hanya sekitar 3 ribu meter persegi.
“Tanah Yeni dempet dengan tanah milik Angku Gadang dan tanah Syafril. Supaya selesai waktu itu Angku Gadang minta uang Rp.50 juta dan untuk Syafril saya juga mengasih sekitar 600 meter diluar area kampus untuk pengantinya,” kata Eli.
Namun, pengantian itu hanya saksi Eli Satria yang menanggungi tanpa adanya bantuan dari terdakwa Yeni Syofyan selaku penerimaan ganti rugi tanah yang tidak sesuai dengan luas tanahnya sendiri.
Selanjutnya Eli Satria menyampaikan, sebagaimana kontraknya dengan pihak kampus untuk melakukan pelepasan hak atas tanah. Waktu itu pihaknya telah melakukan pelepasan hak 33 pemilik tanah.
“Pelepasan hak dilaksanakan di kantor saya, waktu itu juga dihadiri oleh terdakwa Hendra Satriawan selaku PPK,” ujarnya.
Selanjutnya saksi Nofrialdi yang merupakan kakak kandung dari terdakwa Adrian mengatakan ayahnya memiliki tanah lebih dari 17 ha di area tersebut. Namun, saat itu setelah di ukur hanya 14 ha yang ditemukan.
“Tanah itu adalah peninggalan dari ayah saya yang dibeli melalui Syaflinda yang merupakan orang kepercayaan dari ayah saya. Waktu itu setiap tanah yang sudah dibeli langsung ditanami pohon jati,” katanya.
Sebenarnya, ia beserta keluarga tidak bersedia menjual tanah itu. Namun setelah diminta oleh masyarakat dan akan diperuntukkan untuk pendidikan akhirnya ia dan keluarganya merelakan tanah itu dijual.
“Kalau dihitung-hitung rugi menjualnya, karena tanah itu sudah ditanami. Waktu itu dari hasil penjualan tanah itu saya dan ibu sebagai ahliwaris dikirim uang Rp 2 milyar oleh adik saya Adrian,” katanya.
Setelah mendengar adanya kekurangan tanah tersebut, ia selaku kakak pernah meminta adiknya untuk melakukan pengantian dengan cara menjual tanah diluar kawasan kampus itu. Namun ia tidak mengetahui bagaimana selanjutnya.
Dalam sidang tersebut, terdakwa yang didampingi Penasihat Hukum (PH) Fauzi Cs. Selanjutnya, sidang yang diketuai oleh Sri Hartati dan didampingi oleh hakim M.Takdir dan Emria menunda sidang hingga pekan depan.
“Baiklah, kalau tidak ada lagi. Kita tunda dan buka lagi sidang Senin depan dengan agenda masih pemeriksaan saksi. JPU diperintahkan untuk menghadirkan saksi lainnya dan para terdakwa diperintahkan untuk kembali ke tahanan,” kata Hakim ketua. (wahyu)