Padang Panjang – Kasus dugaan pemalsuan tanda tangan Mamak Kepala Kaum, Herry Chandra Dt. Kupiah, yang dilakukan Gema Yudha, Dt. Maraalam, telah bergulir di Pengadilan Negeri Padang Panjang, Selasa (17/9).
Sidang perdana dipimpin Ketua Majelis Hakim, Agung Wicaksono dengan dua hakim anggota, Gustia Wulandari dan Cindy Zalisya. Dalam agenda ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan empat saksi, Herry Chandra sebagai saksi korban, Dasriko, Luciya Susanti dan Rizawati.
Fakta persidangan, terungkap terdakwa menguasai 186 sertifikat tanah kaum. Herry Chandra mengatakan, terdakwa telah menerbitkan surat penjualan tanah milik kaum Koto Nan Baranam tanpa izin.
“Terdakwa menjual tanah kami di Lareh Nan Panjang. Luasnya lebih dari 50 hektar yang merupakan tanah Pusako tinggi,” ujar Herry di depan majelis hakim.
Masih dikatakan Herry, dirinya baru mengetahui penerbitan sertifikat setelah anaknya melihat pengumuman dari kelurahan dan BPN.
“Setelah anak saya ke BPN, ternyata benar ada 21 sertifikat yang akan diterbitkan. Saya langsung mengajukan pemblokiran pada bulan Agustus 2022,” kata Herry.
Menurutnya, pemblokiran tersebut dibuka kembali oleh terdakwa dengan menggunakan tanda tangan palsu yang mengatasnamakan Herry selaku Mamak Kepala Kaum. Tanda tangan tersebut digunakan untuk keperluan sertifikat, pembukaan blokir, dan pengajuan penjualan tanah.
Herry juga menyebut bahwa ia mencurigai adanya kongkalikong antara terdakwa dan oknum dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). “Saya menduga ada kongkalikong terdakwa dengan oknum BPN Angga, yang membuka kembali pemblokiran tanah itu,” ujar Herry.
Setelah pemblokiran dibuka, Heri melaporkan kasus ini ke Polda. Saat laporan diajukan, 21 sertifikat sudah terbit dan berada di tangan terdakwa. “Sebagai Mamak Kepala Kaum, saya tidak pernah menandatangani apa pun terkait tanah itu. Begitu juga dengan mamak-mamak lainnya,” tegas Herry.
Herry juga mengungkap bahwa dua dari 21 sertifikat tanah tersebut telah dijual oleh terdakwa dengan harga lebih dari Rp100 juta. Tanah tersebut dijual kepada Sugiman dan Minda Sari yang berlokasi di Kelurahan Koto Panjang.
“Kalau tanah Pusako tinggi bisa dijual, ada syaratnya, yaitu Rumah Gadang Ketirisan, Gadih Gadang Ndak balaki, dan Mayik Tabujua Diateh Rumah,” jelasnya. Di luar 21 sertifikat yang diterbitkan, Herry menyebut bahwa terdakwa juga menguasai 164 sertifikat lainnya tanpa izin dari kaum.
“Terdakwa tidak pernah meminta izin kepada saya selaku Mamak Kepala Kaum. Ini pelanggaran besar,” ujarnya. Ketika ditanya oleh hakim tentang dugaan kongkalikong, Heri menegaskan, “Ya, saya menduga ada kongkalikong antara terdakwa dan oknum BPN,” katanya.