“Dari Rp 502,4 triliun untuk Solar, yang menikmati paling banyak adalah 40 top rumah tangga tertinggi, orang-orang terkaya, Pertalite juga sama,” jelasnya.
Sri Mulyani merinci, dari total Pertalite yang disubsidi dengan nilai Rp93 triliun kepada masyarakat, 80% atau Rp80 triliun dari total Pertalite yang disubsidi, dinikmati oleh masyarakat kelas menengah atas.
Demikian juga dengan Solar, dengan nilai subsidi mencapai Rp143 triliun, ternyata dari catatan Kementerian Keuangan 89% atau sekira Rp127 triliun dinikmati oleh dunia usaha dan orang kaya.
“Jadi, yang orang miskin, kalau bicara masyarakat miskin dari ratusan triliun, dia hanya menikmati sangat kecil,” jelas Sri Mulyani.
“Kalau Pertalite dari kuota 23 juta kilo liter, 15,8 juta kilo liter yang menikmati orang kaya, hanya 3,9 juta kilo liter yang dinikmati masyarakat terbawah. Solar juga sama, dari kuota 15 juta kilo liter itu hanya kurang dari 1 juta kilo liter yang dinikmati kelompok miskin,” kata Sri Mulyani melanjutkan.
Sehingga, Sri Mulyani tak menampik, jika saat ini dengan anggaran Rp502,4 triliun untuk subsidi dan kompensasi adalah melalui subsidi barang, dan barang itu dikonsumsi orang mampu. Sama saja artinya saat ini pemerintah sedang melakukan subsidi kepada orang mampu.
“Memang ada orang tidak mampu dan miskin yang tetap menikmati, namun porsinya kecil,” ujarnya.
Sementara data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) seperti dikutip dari bloombergtechnoz.com, memaparkan realisasi konsumsi bensin subsidi RON 90 yang dibanderol Rp10.000/liter, sudah menembus 75,1% dari kuota tahun ini sejumlah 32,56 juta kiloliter (kl), per 26 Oktober 2023.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji, pun tidak menampik kementerian makin mengkhawatirkan kuota Pertalite tahun ini bakal jebol.
Sementara penyelewengan Pertalite makin menjadi-jadi. Per Oktober 2023, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah mengungkap setidaknya 32 kasus pidana terkait dengan isu tersebut, terbanyak di wilayah Jawa Timur—Bali dan Nusa Tenggara (Jatimbalinus).
Direktur Reskrimsus Polda Jatim, Kombes Farman, mengatakan modus para tersangka untuk menyalahgunakan BBM bersubsidi itu yakni dengan memodifikasi tangki truk dan kendaraan pickup untuk mengisi BBM bersubsidi, yang kemudian dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi.