PADANG – Sudah satu tahun Afrizal, (38) memasang sumur bor di rumahnya di Lolo Kasik, Kelurahan Gunung Sarik, Kecamatan Kuranji Ada 4 pipa besi sepanjang 6 meter yang dibenamkan persis di pekarangan rumahnya.
Rumah dengan disain semi minimalis tersebut baru saja ditempatinya. Selama ini, Afrizal tinggal di rumah mertuanya di Gunung Sarik. Rumah itu sudah lama dibangun, namun baru ditempati. Karena, jaringan listrik dari PLN baru terpasang. Begitu juga airnya juga baru dapat setelah tiga kali menggali dengan sumur bor di pekarangan rumahnya.
“Ini sudah titik ketiga digali, baru dapat airnya. Sebelumnya, pengeboran bertemu batu, pengeboran tidak dilanjutkan. Terpaksa dicari titik lain,”cerita Afrizal.
Di daerah rumah Afrizal ini sebagian warga masih menggunakan sungai untuk kebutuhan rumah tangga. Ada anak sungai yang mengalir dari kaki Bukit Ase . Warga Lolo Gunung Sarik mengenalnya dengan nama, Anak Air. Masih banyak warga yang menggunakan sungai untuk mandi, mencuci dan kakus (MCK).
Sebelumnya, ada Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas). Sebagian warga Lolo Kasik menggunakan air tersebut. Belakangan air tersebut tidak mengalir lagi. Karena intake dan penampungan airnya sudah tidak berfungsi, tidak terawat oleh kelompok warga yang mengelola. Akhirnya jaringan pipa yang biasa digunakan warga itu tidak mengalirkan air lagi. Warga kembali menggunakan air sungai.
Kalau sudah hujan, air sungai itu keruh. Karena sumber airnya sudah tercemar oleh galian C di Bukit Gunung Sarik untuk tanah clay. Jika lama tidak hujan, airnya cepat tercemar. Karena limbah rumah tangga juga banyak dibuang ke anak sungai. Mulai dari pampers bayi bekas, sampai bangkai binatang.
“Kalau sudah musim panas, baunya tidak enak lagi,”ungkapnya.
Kini selain menggunakan air sungai, sebagian ada yang memasang sumur bor. Afrizal salah satunya. Dia memilih sumur bor, karena air sungai tidak tidak bagus lagi digunakan. Selain sudah tercemar, rumahnya juga tidak berada di pinggir sungai. Tak enak bolak-balik ke sungai untuk mandi dan mencuci piring.
Apalagi saat menempati rumahnya ini Novi (32), istri Afrizal sedang mengandung anaknya yang ketiga. Tak mungkin kebutuhan air harus mengandalkan air sungai. Jika diangkut air dari sungai, jelas lebih berat lagi. Sedangkan air minum tidak mungkin meminta air sumur galian dari tetangga.
Karena itulah, Afriza menempati rumahnya setelah memasang sumur bor. Memasang sumur bor tidak gampang pula. Kadang bisa cepat bertemu dengan air, kadang harus ganti-ganti titik hingga beberapa kali. Makin lama mendapat sumber air, makin besar biayanya. Karena butuh pipa besi yang banyak. Menggunakan sumur bor dia berharap lebih irit. Dapat menggunakan air sepuasnya, tanpa harus dibatasi.
Sejak air mulai mengalir, Afrizal memang sudah menikmati air tersebut. Sudah enam bulan dia menggunakan air tersebut. Memakai pompa air, semua kebutuhan airnya terpenuhi. Kapan ingin mengisi bak mandi, dia tinggal menghidupkan pompa air.
Semua kebutuhan airnya dipenuhi menggunakan sumur bor tersebut. Mulai dari mencuci pakainan, keperluan dapur, sampai menyiram bunga di depan rumahnya semuanya dari air sumur bor itu. Mudah dan cepat tinggal hidupkan mesin, air mengalir terus.
Dapat menggunakan air sumur bor, Afrizal lebih enteng dari warga yang masih menggunakan air sungai. Dia tidak perlu kawatir dengan air sungai keruh saat hujan, atau bau saat musim panas.
Ternyata bebas menggunakan air sumur bor tidak semuanya beruntung. Air sumur bor yang diperoleh Afrizal makin hari makin berubah. Airnya keluar dari pompa masih bening, tapi berbau. Bau lumpur. Keramik bak mandinya yang berwarna krem, berubah menguning seperti karatan.
Semula, warna itu muncul persis pada dinding bak mandi yang terkena percikan air. Kemudian makin lama, semua bak mandinya mulai menguning. Bahkan, kran airnya yang terpasang di dinding pagar depan rumahnya juga menguning seperti karatan. Istrinya mulai tak nyaman. Apalagi, hidung istrinya sangat peka dengan bau-bau karena hamil.