“Kalau kita cuci piring kadang setelah kering, piring itu seperti ada karat yang menempel,”papar sopir ngampas kebutuhan rumah tangga ini.
Karena air sumur bor itu juga digunakan untuk mencuci, sudah tiga baju putihnya berubah warna kekuningan. Kadang direndamnya semua pakaian dengan banyak deterjen, ternyata hasilnya sama. Yang berwarna putih tetap berubah, agar tidak bau harus membanyak pewangi.
Diakui Afrizal, lahan yang dibangunnya rumah adalah bekas lahan sawah. Airnya banyak zat besinya. Tetangganya yang menggunakan sumur bor juga mengakui kalau air sumur bor disana juga kurang bagus.
Habis akal, akhirnya Afrizal mencari alat penyaring air ke toko bangunan. Ada banyak alat yang ditawarkan pemilik toko. Akhirnya dia memilih satu alat, yang harganya lumayan mahal. Karena sudah tidak ada pilihan, akhirnya alat itu dipasang dua buah. Satu dipasang di kran bak mandi, satu lagi di kran bak pencuci piring.
“Ada juga teman menyarankan agar memasang penampungan, kemudian menyaring air dipenampungan. Saran lainnya menggunakan saringan di kran air, saya lebih memilih saringan di kran. Karena lebih praktis,”kenang Afrizal.
Sudah dipasang saringan, ternyata belum menyelesaikan masalah Afrizal. Hanya diawal-awal saja air agak bersih, itupun harus menunggu lama untuk mengisi bak mandi sekurung 1 meter x 1 meter. Karena air yang dikeluarkan pompa air menjadi lambat mengalir, karena harus disaring dulu. Meski tidak begitu kuning, tapi air itu masih mengeluar bau.
“Bingung juga saya, karena sudah berusaha air itu bersih. Tapi saat saya mencuci pakaian, masih kuning. Apalagi baju putih, cepat sekali menguningnya,”ulasnya.
Sebenarnya jalan raya tepat di rumah Afrizal ini sudah ada jaringan pipa Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Kota Padang. Tapi warga di sana belum begitu berminat. Selain ke sungai, warga itu memilih sumur galian atau sumur bor. Warga ini menilai membayar air setiap bulan berat, apalagi merasa air yang digunakan terbatas. Kekawatiran warga itu karena hanya mendengar cerita yang beredar dari mulut ke mulut.
Dari mulut ke mulut kabar miring diperoleh warga, Perumda Air Minum Kota Padang menjual air mahal-mahal. Sementar airnya diambil gratis dari sungai. Begitu kabar itu terus berkembang. Sehingga warga menilai, Perumda Air Minum Kota Padang hanya cari untung besar.
Mendapatkan informasi itu, Afrizal juga menerimanya. Makanya dia memilih menggunakan sumur bor. Berharap bisa menggunakan air sepuasnya, tidak terbatas, juga tidak membayar rekening air setiap bulan. Cukup membayar tagihan listrik untuk menghidupkan pompa air.
“Pikiran saya awalnya memang enak menggunakan sumur bor. Apalagi saya ini penghasilan saya tidak menetap, jelas cemas juga membayar tagihan air setiap bulan,”ungkapnya lagi.