PADANG – Pemerintah Provinsi Sumatera Barat meminta kebijakan penghapusan tenaga honorer dikaji ulang. Karena kebijakan tersebut berdampak pada ribuan tenaga honorer di Sumbar.
Hal itu diungkapkan Gubernur Mahyeldi pada jumpa pers, Rabu (22/6) di Istana Gubernuran Sumbar. Mahyeldi menyebut saat ini ada sebanyak 12.417 orang yang berstatus tenaga honorer di Sumbar.
“Aturan ini juga menjadi pembahasan dengan beberapa pihak, terutama dalam Rakor APPSI (Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia) dengan gubernur se Indonesia yang digelar beberapa waktu lalu. Banyak kepala daerah yang juga menghadapi persoalan yang sama. Dalam Rakor itu kami sepakat untuk melakukan kajian dan berharap ada perbaikan dari PP atau aturan itu,” katanya.
Persoalan tersebut katanya, juga telah disampaikan pihaknya ke Komisi II DPR RI. Mahyeldi mengaku segenap upaya tengah dilakukan agar aturan tersebut dapat ditinjau kembali.
“Ini bukan jadi masalah Sumbar, tapi sudah jadi masalah secara nasional. Kami yakin pemerintah pusat akan sangat arif dan bijaksana dalam menyikapi ini dan diharapkan nanti ada keputusan baru dari pemerintah terkait hal ini,” katanya lagi.
Agar tidak semua tenaha honorer di Sumbar yang terdampak. Pemprov Sumbar sudah mempersiapkan sejumlah opsi untuk mengatasi dampaknya.
Dari beberapa opsi yang dapat digunakan, hanya 20 persen dari 12 ribu lebih tenaga honorer yang mampu ditampung Pemprov Sumbar melalui outsourcing dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
“Kami juga mendorong agar tenaga honorer untuk mengikuti CPNS dan PPPK. Di samping itu, kami juga memerintahkan kepada OPD terkait untuk melakukan kajian dan analisa jabatan, untuk mengetahui posisi mana saja yang akan kekurangan tenaga dengan diberlakukannya aturan itu. Setelah kajian itu kami akan surati ke kementerian terkait tentang kebutuhan kita nanti,”katanya lagi.
Rata-rata setiap tahun, katanya lebih kurang terdapat 1.000 ASN di Sumbar yang pensiun. Sementara kuota penerimaan ASN di Sumbar masih sedikit. Hal ini juga tengah diupayakan pihaknya agar ada penambahan kuota.
“Sementara untuk tenaga kerja PPPK, dari Rakor dengan gubernur se Indonesia kemarin juga dibahas mengenai pola rekrutmen yang selama ini jadi kewenangan pusat. Kami meminta ada keleluasaan, sehingga daerah bisa rekrutmen sendiri. Sebab, selama ini yang menggaji PPPK itu daerah, tapi yang memutuskan itu pusat. Jika ada keleluasaan, tentu ini juga jadi satu peluang bagi tenaga honorer kita saat ini,” katanya.
Di samping itu, Pemprov Sumbar juga tengah menyiapkan beberapa opsi lain, termasuk memberikan pendampingan dan pelatihan kepada tenaga honorer agar nanti bisa membangun dan mengembangkan usaha setelah tidak lagi bekerja di lingkungan pemerintah.
“Kami tidak akan lepas tangan. Ini sudah menjadi perhatian serius. Bayangkan 12 ribu orang itu punya keluarga, anak dan istri. Artinya kurang lebih ada 40 ribu orang yang nasibnya akan terancam jika aturan ini diberlakukan,” katanya.
Asisten Setdaprov Sumbar Devi Kurnia dalam kesempatan yang sama mengatakan lewat aturan itu maka seluruh pegawai non-ASN di luar outsourcing harus dibehentikan sebelum November 2023. Sementara dari 12 ribu tenaga honorer saat ini hanya 1.100 di antaranya yang berstatus alih daya atau outsourcing.
“Pengangkatan lewat outsourcing juga hanya untuk tiga kategori, yaitu pengamanan, kebersihan, dan supir. Memang ada ruang, tapi daya tampungnya amat terbatas. Begitu juga dengan BLUD, juga ada kirteria khusus, harus profesional tidak bisa tenaga umum masuk ke BLUD. Kami tengah memetakan ruang-ruang yang bisa dimanfaatkan untuk menampung tenaga honorer,” katanya.(mat)